Catatan Kerinduan
Ramadhan tahun lalu lewat kebersamaan yang indah di pulau kecil yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, saya menemukan keluarga baru; Tim KKN BBL-11 yang sudah cukup sering saya tuliskan kisahnya di blog. Ramadhan tahun 2016 ini, Allah kembali mengizinkan saya bertemu orang-orang yang sama sekali baru dan dalam waktu dua puluh hari saja, kekeluargaan begitu terasa. Bukan di pulau kecil yang jauh dari rumah, bukan di tempat yang asing, namun di suatu tempat yang sungguh familiar dalam hidup saya-lah, saya bertemu mereka. Sebuah tempat bernama: Krapyak. Ya, bahkan pada ‘kedatangan kedua’, Krapyak masih menyambut saya sedemikian hangat :)
Bersama sebagian Mbak-Mbak PKR Komplek Q, Krapayk 2016 |
Dua puluh hari Ramadhan di Komplek Q Krapyak, saya kembali merasakan suasana hangat berbuka puasa sederhana, namun penuh kebersamaan. Saya kembali merasakan muqodaman yang terbagi dalam kelompok-kelompok kecil di Mushola Barat setiap ba’da maghrib. Kembali memegang kitab-kitab kuning, jujur setelah sekian lama tak menyentuh. Menyimak ustadz-ustadz yang menyampaikan isi kitab-kitab klasik itu dengan arif, bahkan berkesempatan ngaji dengan ustadz yang selama ini belum pernah mengajar saya, seperti Pak Ihsan dan Pak Yunan. Kembali ziarah ke makam Dongkelan, tempat bersemayamnya sesepuh pondok Krapyak. Merasakan serunya simtudduror pada malam Jumat. Bersholawat setiap malam Jumat selepas sholat tarawih ini adalah suatu kebahagiaan dan hiburan tersendiri bagi para santri. Kembali mengenakan sarung setelah setahun lebih tak memakai lagi. Kembali berbagi cerita dengan kawan-kawan lama. Tak ketinggalan tentu saja, merasakan sorogan sekali lagi :)
Kembali ke Krapyak, berarti pula kembali pada ‘rutinitas’ membeli makanan untuk lauk sebagai pendamping nasi dan sayur yang telah disediakan pondok. Gus Kholid pernah guyon, mengistilahkan perjalanan para santri yang sedang ‘mencari’ santapan dari pondok hingga Panggung Krapyak tersebut dengan “sa’i” hehe. Dan bagi saya, pondok Krapyak ini sungguhlah tempat yang di sekitarnya akan dengan sangat mudah ditemui penjualan makanan, apalagi jika bulan Ramadhan. Hanya berjalan beberapa langkah, kami dapat menemukan penjual sate yang berbaik hati mengizinkan para santri membeli sate dua atau tiga ribu, dapat tiga hingga empat tusuk. Cukuplah untuk seporsi makan. Warung makan yang berada tepat di kanan kiri Gang Cuwiri juga menjadi tempat yang selalu ramai oleh para santri setiap menjelang berbuka puasa. Angkringan samping Komplek L adalah tempat favorit saya membeli es kopi, dan masih banyak lagi. Mulai dari depan pondok ke arah selatan hingga Panggung Krapyak, akan dengan mudah menemukan orang menjajakan makanan dengan para santri yang mengantri jajan di sekelilingnya. Lalu lalang santri khas dengan sarung dan jas pondok sungguh menjadi pemandangan istimewa setiap sore di Krapyak.
Dua puluh hari Ramadhan di Krapyak kali ini sungguh berbeda. Bukan saja karena menemukan keluarga baru bersama empat belas anak lain yang satu kamar dengan saya, para Mbak-Mbak Santri PKR (Program Khusus Ramadhan), tapi saya menemukan diri saya yang sedikit lebih ‘jinak’ daripada sebelumnya yang cenderung ‘bandel’ hehe. Tanya saja Mbak Aam atau Mbak Tatik soal ini. Dua puluh hari itu jelas lebih singkat daripada kehadiran saya di Krapyak sebelumnya, tapi saya seperti lebih menghayati. Serasa lebih bermakna. Namun sama sekali tak mengurangi indahnya hari-hari saya di Krapyak sebelumnya sama sekali bukan berarti demikian. Saya sangat mensyukuri kesempatan beberapa tahun tinggal di Komplek Q, Krapyak yang diberikan Allah SWT kepada saya. Memetik sedikit ilmu dari tempat itu.
Di hari terakhir PKR, kami sowan pada Bu Nyai Khusnul Khotimah Warsun atau yang kerap dipanggi 'Ibuk’ oleh para santri, kami sowan ke kamar beliau untuk mengucapkan terimakasih atas dua puluh hari yang bermanfaat ini, mohon doa, dan sekalian berpamitan. Pada kesempatan itu, Ibuk berpesan pada kami:
“Bedo pendapat oleh, ning ojo podo olok-olokan.”
Sebuah pesan yang terasa begitu bermakna di tengah banyaknya konflik mengatasnamakan agama, seolah agama justru digunakan orang tak bertanggung jawab untuk memecah-belah sesama muslim.
Ada keharuan ketika hari itu PKR berakhir. Saya masih ingat ketika mendaftar PKR ini di kamar Mbak Zeni, ada kolom ‘alasan mengikuti PKR’ di form pendaftaran. Saat itu, saya menuliskan kutipan dari buku kumpulan cerita pendek “Surah Rindu” karya santri-santri Komplek Q, yaitu: “Karena saya rindu pada segala hal yang terserak di jalanan Krapyak!”
Tulisan ini sama sekali belum cukup untuk menggambarkan indahnya masa-masa yang saya lalui di Krapyak bersama mbak-mbak yang sungguh baik hati, para ustadz/ustadzah yang arif, dan segala kebaikan di sekeliling tempat ini. Maka lebih tepat jika tulisan ini saya katakan sebagai catatan kerinduan saya pada Krapyak, yang selalu mendapat tempat istimewa di hati. Yang selalu bikin deg-deg’an setiap mendengar kata itu. Ya, ketika memutuskan boyong, rindu pada Krapyak mungkin akan muncul sejak langkah-langkah awal kepulangan :”
Terakhir, meski terlambat sehari, izinkan saya ucapkan: Selamat Hari Santri! :)
Salam rindu dari Magelang,
23 Oktober 2016
0 comments