Jalan-jalan ke Banyuwangi (3): Pendakian Gunung Ijen
Setelah puas menikmati pesona Taman Nasional Baluran di Situbondo (seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya), saya sholat kemudian mandi (numpang di masjid soalnya air di penginapan kecil banget hiks), makan, lalu mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa ke destinasi selanjutnya: Kawah Ijen. Ketika saya berangkat, Banyuwangi diguyur gerimis kecil. Seperti sebelumnya, perjalanan menuju Kawah Ijen ini hanya berpegang pada Google Maps dan rute yang kami pilih adalah lewat daerah Licin. Saya sengaja berangkat sore sekitar jam 15.30 karena saya banyak membaca dan mendangar cerita bahwa jalan menuju Ijen sangat berkelok-kelok dan menanjak, lewat hutan pula, jadi saya nggak mau ambil risiko jalan di kegelapan. Sebisa mungkin, sebelum maghrib harus sampai pos pendakiannya. Bapak-bapak pegawai Pengadilan Agama Banyuwangi yang kami temui di kereta dalam perjalanan menuju Banyuwangi juga berpesan agar sebaiknya jalan ke Ijen pas terang aja. Noted, Pak!
Perjalanan
Sepanjang jalan dari penginapan di sekitar Stasiun Karangasem hingga Pos Paltuding di kaki Gunung Ijen, jalannya sudah aspal. Sesekali kami menemui jalan-jalan berlubang, tapi semakin ke atas, jalan aspal semakin bagus. Pada awal-awal perjalanan, rumah penduduk dan bahkan kantor-kantor pemerintah masih bisa ditemui di kanan kiri jalan. Ketika sudah semakin tinggi dari atas permukaan laut, sepanjang jalan yang ditemui hanyalah hutan dengan semacam pteridophyta (ini saya keinget pelajaran biologi jama SMA haha) raksasa dan aneka macam pohon tinggi. Ketika memasuki hutan-hutan itulah jalan yang dilalui sungguh-sungguh menanjak dan berkelok, seingat saya bahkan tidak ada penerangan jalan jadi kalau gelap hanya bisa mengandalkan lampu kendaraan. Sesekali, kabut tipis turun menutupi jalan dan tumbuhan-tumbuhan hutan, memberi kesan indah tapi juga ngeri, seperti hutan di film Twilight (#mendramatisir). Tanjakan dan kelokan ini sungguh tidak main-main, saya jadi teringat cerita teman saya, Vempi, tentang yang mobilnya mundur karena tidak kuat melewati tanjakan-tanjakan ini, syukurlah dia selamat kala itu. Maka dari itu, sungguh sepanjang jalan menuju Pos Paltuding ini saya hanya bisa banyak-banyakin sholawat.
Sewa Tenda
Sekitar satu jam perjalanan, akhirnya kami melihat bangunan-bangunan di tepi jalan, dengan gapura Selamat Datang di Taman Wisata Kawah Ijen. Alhamdulillah sampai di Pos Paltuding :) Nah, saudara-saudara, begitu sampai di Pos Paltuding kita tidak bisa langsung melakukan pendakian tentu saja, karena jalur pendakian menuju Kawah Ijen baru dibuka pukul 01.00 dini hari dan ditutup pukul 12.00 siang. Maka jauh hari sebelum datang kesini, saya mencari informasi tentang tempat yang bisa saya jadikan 'penginapan' sambil menunggu jalur pendakian dibuka. Saya pernah membaca di blog orang, kalau dia menginap di Warung Bu Im ketika berwisata ke Ijen. Pernah juga membaca informasi bahwa tersedia persewaan tenda di Pos Paltuding, dan saya memilih opsi sewa tenda. Alasan saya memilih sewa tenda adalah karena tertutup, jadi saya bisa bobok cantik sambil mengistirahatkan rambut (for hijabers like me, wearing hijab in 24 hours without taking off my 'kucir rambut' is the real struggle haha, I often end-up with 'mumet' hahah).
Usai parkir, saya mencari warung Bu Im dan mengunjunginya, sekadar ingin ngobrol siapa tau dapat info lebih lanjut tentang sewa tenda. Hari mulai gelap, ditambah mendung, dan di Warung Bu Im belum ada penerangan. Ternyata listrik di bangunan-bangunan Pos Paltuding ini baru dinyalakan sekitar pukul 17.30 secara bersamaan. Sepertinya listrik di sini terpusat di satu titik (gimana ya jelasinnya) sehingga baru menyala ketika orang kantor (mungkin maksudnya adalah petugas Taman Wisata Kawah Ijen-red) menyalakannya. Saya masuk ke Warung Bu Im dan memesan teh panas untuk menghangatkan tubuh setelah perjalanan. Ternyata penjaga warungnya bukan ibu-ibu seperti yang saya bayangkan, melainkan bapak-bapak hehe, Pak Rudi namanya.
Sambil menunggu Pak Rudi membuat teh, seorang bapak lain datang menghampiri kami dan mengobrol. Bapak yang kemudian minta dipanggil sebagai Pak Kipli ini bercerita tentang aneka tips pendakian dan tentu saja kami membahas sewa tenda. Dari Pak Kipli, saya dihubungkan dengan seorang bernama Pak Iwan yang mengurusi persewaan tenda. Ketika saya baca di internet, sewa tenda di Ijen dibanderol Rp200.000,- per malam (sleeping bag, matras, tenda). Tapi saat itu kami mendapat harga Rp150.000,-/malam. Saya pun mengatakan, bahwa saya membawa sleeping bag sendiri jadi Pak Iwan memberi harga sewa tenda+dua lapis matras (biar gak dingin katanya) Rp100.000,-/malam. Saya deal saja tanpa nawar lagi. Btw, tendanya bersih wangi, dipasangin sama Pak Iwan dan beliau juga yang bongkar hehe. Menurut saya harga segitu sebanding laah, daripada harus bawa peralatan camping dari Jogja yang nambah berat tas atau sewa di Banyuwangi kota yang mengharuskan cari-cari lokasinya lagi hehe.
Fasilitas Pos Paltuding
Di pos ini ada tempat parkir luas, toilet, camping ground, warung-warung (kalau tidak salah ada 3 warung), dan kekuatan sinyal 4G untuk Anda pengguna Telkomsel dan Axis (provider lain kulrang tau ya, karena saya cuma pakai dua itu hehe). Ada juga bangunan mushola di samping Warung Bu Im, namun menurut keterangan Pak Rudi mushola tersebut kurang terawat, maka beliau mempersilakan kami untuk sholat di ruangan khusus di warungnya. Terima kasih, Pak. Kalau sudah malam, beberapa pedagang senter, syal, dan kaos tangan akan membuka lapak mereka. Jadi, kalau kita ada yang kelupaan membawa equipment untuk melawan hawa dingin, bisa laah beli ke mereka.
Suhu
Ketika kami datang, cuaca di Paltuding agak mendung, tapi makin malam alhamdulillah makin cerah. Suhu di tempat ini begitu dingin. Saya bahkan memakai baju empat lapis (hahaha) yang terdiri atas kaos, sweater tipis, jaket gunung, dan jaket biasa. Jangan lupa bawa kaos tangan, kaos kaki, obat-obatan, masker etc. Oh iya, untuk masker khusus yang biasa digunakan untuk menghidari aroma Belerang yang menyengat, kami menyewa dari Pak Rudi di Warung Bu Im seharga Rp20.000,-/masker. Sembari menunggu dini hari, waktu yang ada saya gunakan untuk istirahat. Jangan harap bisa tidur nyenyak...karena dingin banget hahaha. Di tengah dingin itu lah, saya menyeduh mie instan cup rasa kari, sungguh mantap sekali wkwkwk. Oh iya, saya sarankan bawa termos kecil biar bisa bawa sangu minum anget. Saya beli air panas di Warung Bu Im, untuk membuat mie instan dan membuat grean tea latte untuk bekal mendaki Ijen hehe.
Tiket
Pukul 01.00 dini hari, Pak Iwan sang penyewa tenda membangunkan para pelanggannya dengan cara menyorotkan senter ke tenda. Saya bangun, cuci muka, dandan, dan beresin barang-barang. Oh iya, sore sebelum beristirahat tadi, Pak Rudi berpesan agar ketika mendaki, barang-barang yang nggak dibawa jangan ditinggal di tenda, melainkan dititipkan saja ke warung beliau, for free. Jadi, saya menuruti saran beliau dan mempercayakan barang-barang kepada Pak Rudi. Saat itu, di depan warung beliau sudah banyak mobil-mobil parkir dan para pendaki yang bersiap.
Langkah selanjutnya yang harus saya tempuh adalah membeli tiket. Ada dua loket tiket (yang letaknya saling berjauhan, jadi saya sempat salah masuk hehe), untuk wisatawan domestik dan mancanegara. Tiket wisatawan domestik dipatok seharga Rp5.000.-/orang, betapa murahnya. Tiketnya bagus loh, terbuat dari art-paper agak tebal, sayangnya saya nggak sempet ngefoto tiket ini karena sepertinya jatuh dari jaket pas saya pulang. Selain itu, di loket ini pula kita akan ditarik retribusi parkir, karena saya membawa motor maka dikenakan retribusi Rp5.000,-.
Pendakian
Kami memulai pendakian sekitar pukul 01.45 WIB. Alhamdulillah, cuaca begitu cerah, bahkan bulan agak purnama dan terang benderang menerangi langkah-langkah kecil kami (halah). Mayoritas orang yang mendaki bersama kami adalah wisatawan asing (and most of them speak Deutsch), sangat sedikit wisatawan domestik yang naik hari itu.
Jalur pendakian di Ijen menurut saya cukup jelas karena berupa jalan yang cukup lebar, tidak seperti jalan setapak yang pernah saya lalui ketika mendaki Lawu atau Sindoro beberapa tahun silam. Jalan yang dilalui kadang sangat menanjak dan kadang landai. Saya sungguh ngos-ngos-an dengan track ini. Suhu yang semakin dingin juga mungkin berkontribusi membuat saya menjadi lemah haha. Dalam suhu yang sedemikian itu, bule di depan saya lepas jaket dan tinggal pake singlet saja. Seperti inilah perbedaan orang yang hidup di negara empat musim dan terbiasa berhadapan dengan suhu dingin vs saya yang di suhu sepuluh derajat celcius sudah menggigil. Selain dingin, saya yang sudah tidak rutin olahraga adalah penyebab utama ngos-ngos-an ini. Jadi saya jalan pelan-pelan saja sambil sesekali berhenti (setiap lima menit sekali) hehehe.
Di beberapa titik jalur, mudah ditemukan bangunan permanen yang bisa digunakan untuk istirahat yang bahkan dilengkapi dengan toilet. Di ketinggian 2.214 mdpl Anda akan menemukan Pondok Bunder, semacam bangunan untuk beristirahat dan ada warungnya juga. Ini adalah markasnya para penambang belerang di Kawah Ijen. Dari tempat ini, pemandangan lampu-lampu kota Banyuwangi dan perairan Selat Bali yang diterpa cahaya bulan sungguh terlihat memukau, mengingatkan saya pada Pos IV Gunung Lawu. Pemandangan itulah yang akan menemani Anda sampai ke puncak nanti.
Beberapa lama berjelan setelah Pondok Bunder, bau belerang semakin menyengat. Di sinilah kami mulai menggunakan masker sewaan. Sebenernya pakai masker macam begitu sungguh sumpek, tapi yaa mau gimana lagi. Bau belerang di sini sungguh lebih dahsyat daripada Kawah Sikidang di Dieng sana. Ketika kelak menemukan jalan yang cukup landai, berbahagialah, beberapa saat lagi Anda mencapai Kawah Ijen.
Blue Fire
Setelah sekitar dua jam pendakian, kami sampai di puncak Ijen. Cuaca di sini sungguh tidak menentu, kabut datang dan pergi begitu cepat. Setelah perjalanan yang penuh perjuangan, menuruni lereng lewat batu-batu terjal, kami sampai di titik tempat melihat blue fire. Sekitar pukul empat kurang sedikit, blue fire menyala (atau dinyalakan), tapi hanya kecil. Saya tak mau lama-lama di tepi kawah karena kabut yang tak menentu. Saya khawatir jika kabut turun lama, jalan berbatu yang harus saya lewati untuk sampai di titik ini akan tertutup juga. Selain itu, Pak Kipli bercerita kepada kami, bahwa tepat sehari sebelum saya datang, Kawah Ijen baru saja menyemburkan gas beracunnya. Alam memang tak bisa diduga dan saya memilih tak ambil risiko.
Dalam perjalanan naik dari bibir kawah ke puncak, blue fire menyala semakin besar. Saya berhenti sejenak untuk menyaksikan fenomana alam yang memukai ini. Seorang turis asing di samping saya bertanya pada saya, "Do you want to take a photo of the blue thing?" Saya menjawab "No, I don't. I just wanna see it from here." Tak lupa saya menawarkan kalau-kalau dia pengin difotoin pake background blue fire (yaa kali doi ngode kan yaak? saya mencoba peka dong). Tapi dia tidak mau, dia hanya ingin merekam dengan matanya. Ya, kadang ada satu titik dimana kita nggak ingin memotret sesuatu karena kita ingin merekamnya lewat mata. Jadi maaf, tak ada gambar blue fire di tulisan ini. Datanglah, saksikanlah sendiri lukisan Tuhan ini! :)
Di antara batu-batu terjal yang saya lalui itu, banyak penambang belerang berlalu-lalang. Cerita tentang mereka akan saya tuliskan lain waktu, tapi yang pasti mereka adalah pejuang bagi keluarganya. Ketika berbincang dengan seorang penambang, Bapak tersebut membawa benda padat kuning yang dibentuk-bentuk lucu. Ternyata itu adalah sabun belerang yang beliau jual. Saya memutuskan membelinya, sepuluh ribu rupiah untuk setiap sabun dan saya membeli dua. Saya ingat ada yang pernah berpesan dalam blog-nya: kalau main ke Ijen, belilah kerajinan yang dibuat dan djual penduduk lokal. Mungkin, maksud penulisnya itu agar wisata di Ijen ini bener-bener memberi trickle-down effect bagi penduduk lokal dan saya setuju itu. Pada akhirnya sabun itu tidak saya gunakan sabunan, dan cuma dipasang di meja karena terlalu lucu haha.
Perjalanan Turun
Sampai di atas, matahari terbit. But it's soo cloudy so I can't take the sunrise pic. Di atas inilah saya baru foto-foto. Oh iya, di puncak Ijen ini ada bangunan mushola dan toilet, jadi tak perlu khawatir. Tak lama di atas, saya segera turun, kembali ke Pos Paltuding. Pemandangan sepanjang jalan saya turun sungguh sungguh elok! Tampak Gunung Raung berdiri megah di seberang sana dan hijaunya Kawah Wurung. Pemandangan kota Banyuwangi dan lautan yang terlihat kelabu di bawah sana juga sungguh memukau. Saya sampai di pos pukul 08.00 pagi dan mengambil barang-barang yang saya titipkan di Warung Bu Im, sekalian mengisi perut dengan teh panas dan pisang goreng. Mungkin hanya sekitar 20 menit beristirahat dan saya melanjutkan perjalanan kembali ke penginapan.
Saya turun ke penginapan bersama Pak Kipli, beliau bahkan berbaik hati mengantarkan kami untuk mampir ke Air Terjun Jagir (yang sebenarnya tidak ada dalam rencana saya sebelumnya). Turun dari Pos Paltuding adalah lagi-lagi perjuangan karena jalannya menurun dengan ekstrem. Pastikan rem kendaraan berfungsi dengan sangat baik dan pastikan untuk terus merapalkan doa pada-Nya. Ini penting sekali. Dua malam sebelum kami menginap di Pos Paltuding, seorang pengendara motor kecelakaan di jalan ini karena rem blong. Bahkan saya masih bisa melihat bekas kecelakaan yang masih dipasangi garis kuning. Ngeri. Pesan saya: doa, jangan lupa doa.
Well, akhirnya selesai juga nulis cerita pendakian ke Ijen.Saya bertemu begitu banyak orang baik di Ijen yang ingin saya tuliskan di blog. Tapi, kalau saya tulis sekarang, tulisan yang sudah panjang ini akan semakin panjang hiks. Jadi saya tulis lain kali saja yaa. Yang jelas, terima kasih kepada Pak Rudi, Pak Kipli, Pak Iwan, bapak-bapak bule Chinese yang ngintilin saya sepanjang pendakian, dan mas-mas yang katanya adalah Tim SAR Sleman yang kami temui di ketika turun, kalian mewarnai pendakian kami :)
Masih ada Jawatan Benculuk, Air Terjun Jagir, dan Watu Dodol yang ingin saya tulis disini. Saya harap minggu ini bisa khatam karena target saya, setelah Maret ini tulisan di blog temanya jalan-jalan ke Banyuwangi, April nanti bakal beda lagi temanya hehe. Apa yaa kira-kira? Kita tunggu saja yaa hahaha.
Baca Tulisan Sebelumnya:
Jalan-jalan ke Banyuwangi (1): Itinerary, Transportasi, dan Biaya
Jalan-jalan ke Banyuwangi (2): Taman Nasional Baluran
Perjalanan
Sepanjang jalan dari penginapan di sekitar Stasiun Karangasem hingga Pos Paltuding di kaki Gunung Ijen, jalannya sudah aspal. Sesekali kami menemui jalan-jalan berlubang, tapi semakin ke atas, jalan aspal semakin bagus. Pada awal-awal perjalanan, rumah penduduk dan bahkan kantor-kantor pemerintah masih bisa ditemui di kanan kiri jalan. Ketika sudah semakin tinggi dari atas permukaan laut, sepanjang jalan yang ditemui hanyalah hutan dengan semacam pteridophyta (ini saya keinget pelajaran biologi jama SMA haha) raksasa dan aneka macam pohon tinggi. Ketika memasuki hutan-hutan itulah jalan yang dilalui sungguh-sungguh menanjak dan berkelok, seingat saya bahkan tidak ada penerangan jalan jadi kalau gelap hanya bisa mengandalkan lampu kendaraan. Sesekali, kabut tipis turun menutupi jalan dan tumbuhan-tumbuhan hutan, memberi kesan indah tapi juga ngeri, seperti hutan di film Twilight (#mendramatisir). Tanjakan dan kelokan ini sungguh tidak main-main, saya jadi teringat cerita teman saya, Vempi, tentang yang mobilnya mundur karena tidak kuat melewati tanjakan-tanjakan ini, syukurlah dia selamat kala itu. Maka dari itu, sungguh sepanjang jalan menuju Pos Paltuding ini saya hanya bisa banyak-banyakin sholawat.
Jalan raya menuju Pos Paltuding. |
Sewa Tenda
Sekitar satu jam perjalanan, akhirnya kami melihat bangunan-bangunan di tepi jalan, dengan gapura Selamat Datang di Taman Wisata Kawah Ijen. Alhamdulillah sampai di Pos Paltuding :) Nah, saudara-saudara, begitu sampai di Pos Paltuding kita tidak bisa langsung melakukan pendakian tentu saja, karena jalur pendakian menuju Kawah Ijen baru dibuka pukul 01.00 dini hari dan ditutup pukul 12.00 siang. Maka jauh hari sebelum datang kesini, saya mencari informasi tentang tempat yang bisa saya jadikan 'penginapan' sambil menunggu jalur pendakian dibuka. Saya pernah membaca di blog orang, kalau dia menginap di Warung Bu Im ketika berwisata ke Ijen. Pernah juga membaca informasi bahwa tersedia persewaan tenda di Pos Paltuding, dan saya memilih opsi sewa tenda. Alasan saya memilih sewa tenda adalah karena tertutup, jadi saya bisa bobok cantik sambil mengistirahatkan rambut (for hijabers like me, wearing hijab in 24 hours without taking off my 'kucir rambut' is the real struggle haha, I often end-up with 'mumet' hahah).
Warung Bu Im. |
Usai parkir, saya mencari warung Bu Im dan mengunjunginya, sekadar ingin ngobrol siapa tau dapat info lebih lanjut tentang sewa tenda. Hari mulai gelap, ditambah mendung, dan di Warung Bu Im belum ada penerangan. Ternyata listrik di bangunan-bangunan Pos Paltuding ini baru dinyalakan sekitar pukul 17.30 secara bersamaan. Sepertinya listrik di sini terpusat di satu titik (gimana ya jelasinnya) sehingga baru menyala ketika orang kantor (mungkin maksudnya adalah petugas Taman Wisata Kawah Ijen-red) menyalakannya. Saya masuk ke Warung Bu Im dan memesan teh panas untuk menghangatkan tubuh setelah perjalanan. Ternyata penjaga warungnya bukan ibu-ibu seperti yang saya bayangkan, melainkan bapak-bapak hehe, Pak Rudi namanya.
Sambil menunggu Pak Rudi membuat teh, seorang bapak lain datang menghampiri kami dan mengobrol. Bapak yang kemudian minta dipanggil sebagai Pak Kipli ini bercerita tentang aneka tips pendakian dan tentu saja kami membahas sewa tenda. Dari Pak Kipli, saya dihubungkan dengan seorang bernama Pak Iwan yang mengurusi persewaan tenda. Ketika saya baca di internet, sewa tenda di Ijen dibanderol Rp200.000,- per malam (sleeping bag, matras, tenda). Tapi saat itu kami mendapat harga Rp150.000,-/malam. Saya pun mengatakan, bahwa saya membawa sleeping bag sendiri jadi Pak Iwan memberi harga sewa tenda+dua lapis matras (biar gak dingin katanya) Rp100.000,-/malam. Saya deal saja tanpa nawar lagi. Btw, tendanya bersih wangi, dipasangin sama Pak Iwan dan beliau juga yang bongkar hehe. Menurut saya harga segitu sebanding laah, daripada harus bawa peralatan camping dari Jogja yang nambah berat tas atau sewa di Banyuwangi kota yang mengharuskan cari-cari lokasinya lagi hehe.
PS. Kalau teman-teman ada yang ingin sewa tenda di Pak Iwan juga, bisa saya kasih kontaknya loh. Tinggalkan saja alamat email teman-teman di Kololm komentar :)
Fasilitas Pos Paltuding
Di pos ini ada tempat parkir luas, toilet, camping ground, warung-warung (kalau tidak salah ada 3 warung), dan kekuatan sinyal 4G untuk Anda pengguna Telkomsel dan Axis (provider lain kulrang tau ya, karena saya cuma pakai dua itu hehe). Ada juga bangunan mushola di samping Warung Bu Im, namun menurut keterangan Pak Rudi mushola tersebut kurang terawat, maka beliau mempersilakan kami untuk sholat di ruangan khusus di warungnya. Terima kasih, Pak. Kalau sudah malam, beberapa pedagang senter, syal, dan kaos tangan akan membuka lapak mereka. Jadi, kalau kita ada yang kelupaan membawa equipment untuk melawan hawa dingin, bisa laah beli ke mereka.
Kondisi Pos Paltuding dari Warung Bu Im. |
Suhu
Ketika kami datang, cuaca di Paltuding agak mendung, tapi makin malam alhamdulillah makin cerah. Suhu di tempat ini begitu dingin. Saya bahkan memakai baju empat lapis (hahaha) yang terdiri atas kaos, sweater tipis, jaket gunung, dan jaket biasa. Jangan lupa bawa kaos tangan, kaos kaki, obat-obatan, masker etc. Oh iya, untuk masker khusus yang biasa digunakan untuk menghidari aroma Belerang yang menyengat, kami menyewa dari Pak Rudi di Warung Bu Im seharga Rp20.000,-/masker. Sembari menunggu dini hari, waktu yang ada saya gunakan untuk istirahat. Jangan harap bisa tidur nyenyak...karena dingin banget hahaha. Di tengah dingin itu lah, saya menyeduh mie instan cup rasa kari, sungguh mantap sekali wkwkwk. Oh iya, saya sarankan bawa termos kecil biar bisa bawa sangu minum anget. Saya beli air panas di Warung Bu Im, untuk membuat mie instan dan membuat grean tea latte untuk bekal mendaki Ijen hehe.
Tiket
Pukul 01.00 dini hari, Pak Iwan sang penyewa tenda membangunkan para pelanggannya dengan cara menyorotkan senter ke tenda. Saya bangun, cuci muka, dandan, dan beresin barang-barang. Oh iya, sore sebelum beristirahat tadi, Pak Rudi berpesan agar ketika mendaki, barang-barang yang nggak dibawa jangan ditinggal di tenda, melainkan dititipkan saja ke warung beliau, for free. Jadi, saya menuruti saran beliau dan mempercayakan barang-barang kepada Pak Rudi. Saat itu, di depan warung beliau sudah banyak mobil-mobil parkir dan para pendaki yang bersiap.
Langkah selanjutnya yang harus saya tempuh adalah membeli tiket. Ada dua loket tiket (yang letaknya saling berjauhan, jadi saya sempat salah masuk hehe), untuk wisatawan domestik dan mancanegara. Tiket wisatawan domestik dipatok seharga Rp5.000.-/orang, betapa murahnya. Tiketnya bagus loh, terbuat dari art-paper agak tebal, sayangnya saya nggak sempet ngefoto tiket ini karena sepertinya jatuh dari jaket pas saya pulang. Selain itu, di loket ini pula kita akan ditarik retribusi parkir, karena saya membawa motor maka dikenakan retribusi Rp5.000,-.
Pendakian
Kami memulai pendakian sekitar pukul 01.45 WIB. Alhamdulillah, cuaca begitu cerah, bahkan bulan agak purnama dan terang benderang menerangi langkah-langkah kecil kami (halah). Mayoritas orang yang mendaki bersama kami adalah wisatawan asing (and most of them speak Deutsch), sangat sedikit wisatawan domestik yang naik hari itu.
Jalur pendakian berupa jalan yang lumayan lebar. |
Jalur pendakian pas udah mau sampai puncak, salah satu sisinya jurang. |
Jalur pendakian di Ijen menurut saya cukup jelas karena berupa jalan yang cukup lebar, tidak seperti jalan setapak yang pernah saya lalui ketika mendaki Lawu atau Sindoro beberapa tahun silam. Jalan yang dilalui kadang sangat menanjak dan kadang landai. Saya sungguh ngos-ngos-an dengan track ini. Suhu yang semakin dingin juga mungkin berkontribusi membuat saya menjadi lemah haha. Dalam suhu yang sedemikian itu, bule di depan saya lepas jaket dan tinggal pake singlet saja. Seperti inilah perbedaan orang yang hidup di negara empat musim dan terbiasa berhadapan dengan suhu dingin vs saya yang di suhu sepuluh derajat celcius sudah menggigil. Selain dingin, saya yang sudah tidak rutin olahraga adalah penyebab utama ngos-ngos-an ini. Jadi saya jalan pelan-pelan saja sambil sesekali berhenti (setiap lima menit sekali) hehehe.
Ada pos-pos dan toilet yang bisa dipakai istirahat. |
Beberapa lama berjelan setelah Pondok Bunder, bau belerang semakin menyengat. Di sinilah kami mulai menggunakan masker sewaan. Sebenernya pakai masker macam begitu sungguh sumpek, tapi yaa mau gimana lagi. Bau belerang di sini sungguh lebih dahsyat daripada Kawah Sikidang di Dieng sana. Ketika kelak menemukan jalan yang cukup landai, berbahagialah, beberapa saat lagi Anda mencapai Kawah Ijen.
Pondok Bunder. |
Blue Fire
Setelah sekitar dua jam pendakian, kami sampai di puncak Ijen. Cuaca di sini sungguh tidak menentu, kabut datang dan pergi begitu cepat. Setelah perjalanan yang penuh perjuangan, menuruni lereng lewat batu-batu terjal, kami sampai di titik tempat melihat blue fire. Sekitar pukul empat kurang sedikit, blue fire menyala (atau dinyalakan), tapi hanya kecil. Saya tak mau lama-lama di tepi kawah karena kabut yang tak menentu. Saya khawatir jika kabut turun lama, jalan berbatu yang harus saya lewati untuk sampai di titik ini akan tertutup juga. Selain itu, Pak Kipli bercerita kepada kami, bahwa tepat sehari sebelum saya datang, Kawah Ijen baru saja menyemburkan gas beracunnya. Alam memang tak bisa diduga dan saya memilih tak ambil risiko.
Dalam perjalanan naik dari bibir kawah ke puncak, blue fire menyala semakin besar. Saya berhenti sejenak untuk menyaksikan fenomana alam yang memukai ini. Seorang turis asing di samping saya bertanya pada saya, "Do you want to take a photo of the blue thing?" Saya menjawab "No, I don't. I just wanna see it from here." Tak lupa saya menawarkan kalau-kalau dia pengin difotoin pake background blue fire (yaa kali doi ngode kan yaak? saya mencoba peka dong). Tapi dia tidak mau, dia hanya ingin merekam dengan matanya. Ya, kadang ada satu titik dimana kita nggak ingin memotret sesuatu karena kita ingin merekamnya lewat mata. Jadi maaf, tak ada gambar blue fire di tulisan ini. Datanglah, saksikanlah sendiri lukisan Tuhan ini! :)
Di antara batu-batu terjal yang saya lalui itu, banyak penambang belerang berlalu-lalang. Cerita tentang mereka akan saya tuliskan lain waktu, tapi yang pasti mereka adalah pejuang bagi keluarganya. Ketika berbincang dengan seorang penambang, Bapak tersebut membawa benda padat kuning yang dibentuk-bentuk lucu. Ternyata itu adalah sabun belerang yang beliau jual. Saya memutuskan membelinya, sepuluh ribu rupiah untuk setiap sabun dan saya membeli dua. Saya ingat ada yang pernah berpesan dalam blog-nya: kalau main ke Ijen, belilah kerajinan yang dibuat dan djual penduduk lokal. Mungkin, maksud penulisnya itu agar wisata di Ijen ini bener-bener memberi trickle-down effect bagi penduduk lokal dan saya setuju itu. Pada akhirnya sabun itu tidak saya gunakan sabunan, dan cuma dipasang di meja karena terlalu lucu haha.
Kawah Ijen, tapi agak ada kabut-kabutnya gitu huhu. |
Perjalanan Turun
Sampai di atas, matahari terbit. But it's soo cloudy so I can't take the sunrise pic. Di atas inilah saya baru foto-foto. Oh iya, di puncak Ijen ini ada bangunan mushola dan toilet, jadi tak perlu khawatir. Tak lama di atas, saya segera turun, kembali ke Pos Paltuding. Pemandangan sepanjang jalan saya turun sungguh sungguh elok! Tampak Gunung Raung berdiri megah di seberang sana dan hijaunya Kawah Wurung. Pemandangan kota Banyuwangi dan lautan yang terlihat kelabu di bawah sana juga sungguh memukau. Saya sampai di pos pukul 08.00 pagi dan mengambil barang-barang yang saya titipkan di Warung Bu Im, sekalian mengisi perut dengan teh panas dan pisang goreng. Mungkin hanya sekitar 20 menit beristirahat dan saya melanjutkan perjalanan kembali ke penginapan.
Perjalanan turun. |
Pemandangan di perjalanan turun. |
Saya turun ke penginapan bersama Pak Kipli, beliau bahkan berbaik hati mengantarkan kami untuk mampir ke Air Terjun Jagir (yang sebenarnya tidak ada dalam rencana saya sebelumnya). Turun dari Pos Paltuding adalah lagi-lagi perjuangan karena jalannya menurun dengan ekstrem. Pastikan rem kendaraan berfungsi dengan sangat baik dan pastikan untuk terus merapalkan doa pada-Nya. Ini penting sekali. Dua malam sebelum kami menginap di Pos Paltuding, seorang pengendara motor kecelakaan di jalan ini karena rem blong. Bahkan saya masih bisa melihat bekas kecelakaan yang masih dipasangi garis kuning. Ngeri. Pesan saya: doa, jangan lupa doa.
Well, akhirnya selesai juga nulis cerita pendakian ke Ijen.Saya bertemu begitu banyak orang baik di Ijen yang ingin saya tuliskan di blog. Tapi, kalau saya tulis sekarang, tulisan yang sudah panjang ini akan semakin panjang hiks. Jadi saya tulis lain kali saja yaa. Yang jelas, terima kasih kepada Pak Rudi, Pak Kipli, Pak Iwan, bapak-bapak bule Chinese yang ngintilin saya sepanjang pendakian, dan mas-mas yang katanya adalah Tim SAR Sleman yang kami temui di ketika turun, kalian mewarnai pendakian kami :)
Masih ada Jawatan Benculuk, Air Terjun Jagir, dan Watu Dodol yang ingin saya tulis disini. Saya harap minggu ini bisa khatam karena target saya, setelah Maret ini tulisan di blog temanya jalan-jalan ke Banyuwangi, April nanti bakal beda lagi temanya hehe. Apa yaa kira-kira? Kita tunggu saja yaa hahaha.
29 Maret 2018 23:13 WIB
Pada kenyataannya baru diunggah hari ini 1 April 2018,
karena abis sakit hiks :((
36 comments
ijen indah ya.. belum sempat kesana euy.. kira-kira disana ada air terjun air panas juga gak ya?
ReplyDeleteWah kalau air terjun air panas kok saya kurang tahu ya, Mbak Endah hehe.
DeleteTapi kalau air terjun biasa ada, Mbak. Namanya Air Terjun jagir, satu jam dari Ijen...tepatnya turun ke arah Stasiun Karangasem yang lewat daerah Karangbendo hehe.
Belum kesampaian buat ke gunung ijen. Hiiks
ReplyDeleteSepertinya perjalanan sangat seru yaa. Semoga tahun ini bisa kesana juga :D
Amin, semoga tahun ini bisa ke Ijen yaa, Mas. Pas kemarau aja kalau kesana biar pemandangannya makin cantik hehehe
DeleteNge-date ke Ijen sana, Mas bersama cinta hihihi
ReplyDeleteWaduuuhh, ke Jawatan Benculuk juga kak? :( ih itu bagus~
ReplyDeletesaya tahunya waktu udah sampai Malang lagi.
Ini berarti harus ke Banyuwangi lagi wkwkw xD
Wah kita samaan nih, dapat Ijen ketika berkabut. Tapi gak apalah, tosca nya kelihatan banget kan ya :)
Iya, Mbak...Jawatan Benculuk kayak Woodland Realm-nya Legolas di LOTR hahaha.
DeleteKapan-kapan 'remidi' ke Banyuwangi aja, Mbak. Main ke Jawatan Benculuk hehe
Iyaaa, emang lebih bagusnya pas kemarau yaak. Tapi, udah cukup puas sih saya, kalau buat ke Ijen lagi yaa saya tetep pikir-pikir dulu mengingat jalan rayanya se-ekstrem itu HAHAHA
Waah mantep mbak. Rencana bulan ini sya mau maen kesana. Bisa sharing contact nya Pak Iwan. Hhee. Sya juga orang jogja. Bisa dikirim ke pho.iphoeng131@gmail.com. tks
ReplyDeleteHalo, Mas Iphoeng....
DeleteSaya sudah kirimkan kontaknya vie email. Silakan diperiksa :)
Semoga liburan ke Ijen-nya menyenangkan yaa!
Hati-hati :)
Keren mbak..boleh saya minta kontak pak iwan yg sewa tenda..email saya : saifulrizal74@gmail.com..terima kasih
ReplyDeleteHai, Mas Saiful...
DeleteSaya sudah kirim kontaknya via email ya. Silakan dicek :D
Have a nice trip!
halo mba, salam kenal ya banget aku dari www.missririn.org - seru banget jalan-jalan ke Banyuwangi, aku belum pernah. setelah baca ini rasanya harus segera merencanakan nih :)
ReplyDeleteHalo, Mbak Ririn. Salam kenal juga :)
DeleteAyo Mbak, bikin plan wisata ke Banyuwangi. Dijamin worth-it :D
Semoga segera kesampaian ya rencananya.
Salam kenal mba nurul. Saya boleh minta kontaknya pak iwan tenda ya mba, ini email saya.
ReplyDeletelifyajasmine27@gmail.com
Thnkyu mba
Halo, Mbak Jasmine...salam kenal juga :D
DeleteSilakan cek email ya :)
mbak,minta kontak sewa tendanya :) terimaksih sblumnya :)
ReplyDeleteBoleh, Mbak.
DeleteMohon cantumkan alamat email Mbak Gadis yaa.
Manti saya kirim via email.
Terima kasih :)
salam kenal mbak,your story inspiring me to visit banyuwangi this december, btw mbak boleh minta kontak sewa tenda, email saya airunisar@gmail.com
ReplyDeletehai, kak....thank you
DeleteI hope you have a nice trip this december, make sure to prepare everything well :)
sudah saya kirim ke email ya kontaknya :)
Hallo mbak salam kenal, saya boleh minta kontak pak iwan penyewaan tenda k email febaabdilla@gmail.com terimakasih ��
ReplyDeletehai, kontak Pak Iwan sudah saya kirim via email ya :D
Deletesemoga bermanfaat :)
Hai .. boleh minta kontak nomor pak iwan?? Ini email saya rifkidarm@gmail.com
ReplyDeleteBoleh minta kontaknya pk iwan untuk sewa tx .salam dari bali 😘
ReplyDeleteEmailnya devapradnyana@gmail.com
Minta nomor hpnya pak iwan mbak. Email saya kojeksneverdie@gmail.com
ReplyDeleteHai, bisa minta kontaknya pak iwan di marshalplay2016@gmail.com
ReplyDeleteHallo mbak salam kenal, saya boleh minta kontak penyewaan tendanya mbak email irfanmuntaber947@gmail.com
ReplyDeleteHai kak, boleh minta kontak nya pak Iwan, email adi372742@gmail.com
ReplyDeleteMba nurlatifa maaf bsa mnta kontaknya pak iwan kah?
ReplyDeleteKalau boleh bisa kirimkan lewat email saya sitiasiahh6@gmail.com
Setelah (mendengar cerita) lalu membaca cerita aslinya di blog ini, cuma bisa berdoa: semoga Tuhan mengijinkanku untuk mengunjunginya:)
ReplyDeleteDoanya ditambah: Tuhaannn.. kesananya sama (dia) yaa hehehe
Aamiin...semoga segera bisa kesana dengan yang terbaik yaa! hehehe
DeleteSalam kenal kak, aq minta no kontak pak iwan dong.. beliau masih nyewain tenda ga ya... ini email aq: agungmuharom.tl@gmail.com
ReplyDeleteHallo kak, bolehkah minta kontak tendanya? bisa dikirim ke hawaanindita@gmail.com terimakasih kak.
ReplyDeleteHai kak, bolehkah saya minta kontak nya pak Iwan, email saya : noviatri321@gmail.com Terima kasih
ReplyDeleteHai kak, bolehkah saya minta kontak nya pak Iwan, email saya: vivi@sunpower.id
ReplyDeleteTerima kasih banyak sebelumnyaa
Halo, makasih udah berbagi cerita kak. Saya juga ingin main kesana, boleh minta info kontak pak iwan kak? Ini email saya kak yudiae75@gmail.com
ReplyDeleteKami sekeluarga ada rencana mau ke Ijen tahun ini, boleh minta no Pak Iwan? ini email saya : ekanoelfath@gmail.com
ReplyDeleteTerima kasih sebelumnya