Wonderful Life
Bukan, tulisan kali ini saya bukan akan membahas tentang judul blog saya. Tulisan ini terinspirasi karena saya baru saja menonton sebuah film yang baru rilis di Indonesia tanggal 13 Oktober 201 lalu yang judulnya serupa dengan blog saya. Ya, Wonderful Life.
Film karya sutradara Agus Makkie ini diangkat dari kisah nyata yang kemudian dituliskan dalam novel oleh Amalia Prabowo. Film ini bercerita tentang perjuangan seorang Ibu membesarkan anak penyandang diseleksia (gangguan membaca dan menulis). Sebelum nonton, alhamdulillah saya berkesempatan mengikuti Talkshow “Di Balik Profesi” film Wonderful Life yang digelar di Ruang Seminar Timur Fisipol UGM. Dalam kesempatan tersebut hadirlah sutradaranya, Mas Agus Makkie, sang produser Mas Angga Dwimas Sasongko, dan Mbak Amalia Prabowo sendiri. FYI, Mbak Amalia ini merupakan alumni departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahtreaan Masyarakat (PSdk a.k.a Sosiatri) Fisipol UGM angkatan 1989 yang sekarang menjadi Chairwoman dari perusahaan Advertising Agency dari Prancis; Havas Worldwide Indonesia. Nah, dalam talkshow berdurasi dua jam itu, saya mendapat banyak informasi seputar pembuatan film, khususnya dalam kasus Wonderful Life ini. Salah satu yang dibahas adalah film yang dibintangi Atiqah Hasiholan dan Sinyo ini memiliki misi untuk memberikan edukasi tentang diseleksia kepada pemirsanya. Bahwa diseleksia adalah gangguan membaca dan menulis yang dapat terjadi pada siapa saja, baik dengan tingkat intelegensia tinggi maupun rendah. Diseleksia tidak berarti seorang anak bodoh, biasanya ada kelebihan-kelebihan tertentu yang dimiliki oleh penyandang diseleksia ini. Misalnya Albert Einstein dan Leonardo da Vinci merupakan penyandang diseleksia yang diberi kelebihan di bidangnya masing-masing.
Salah satu scene dalam film Wonderful Life. Sumber: beritagar.id |
Ya, menurut saya edukasi ini perlu diberikan mengingat belum banyak masyarakat yang aware tentang diseleksia. Tema film ini menarik dan saya juga memiliki pengalaman tersendiri dengan orang yang kesulitan membaca, sehingga membuat saya menulis di blog. Ketika SD, saya memiliki teman yang sering dianggap ‘kurang berprestasi’ oleh teman-teman dan guru saya. Pasalnya, anak ini tidak bisa menulis dengan baik. Dia sering terbalik menempatkan huruf ‘b’ dan ‘d’, begitu pula kesusahan menempatkan rangkaian huruf ‘ng’. Says beberapa kali diminta oleh guru untuk duduk sebangku dengannya sambil membantunya belajar. Tapi, karena waktu itu saya masih kecil saya pun seringkali sebel kalau dia tak kunjung mengerti apa yang saya tuliskan. Permasalahan kesulitan menulis yang dialaminya ini terjadi hingga kami kelas VI.
Waktu itu, saya belum mengenal apapun tentang diseleksia. Jujur, saya baru tau tentang diseleksia ini ketika SMA karena membaca artikel sebuah majalah. Kala itu beritanya adalah tentang Bella Throne, artis Hollywood penyandang diseleksia yang kesulitan membaca naskah dialog sehingga ibunya-lah yang membacakan untuknya. Dari situ saya mulai sadar bahwa ada gangguan bernama diseleksia ini, lalu saya terpikir apakah mungkin teman saya ketika SD dulu adalah penyandang diseleksia? Jika ya, dan jika diseleksia itu ada tingkatannya, mungkin dia tingkat ringan karena meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama dan terbata dia masih bisa membaca. Saat itu, mungkin guru-guru pun masih kurang memahami adanya kemungkinan diseleksia ini. Saya rasa film adalah salah satu sarana yang baik untuk mengenalkan diseleksia mengingat budaya baca Indonesia juga tergolong rendah. Semoga teman SD saya itupun sekarang sudah hidup bahagia dan meraih sukses di jalannya! Amin.
Ada hal menarik yang disampaikan Mbak Amalia pada Talkshow film Wonderful Life yang digelar di Fisipol UGM beberapa hari lalu, kurang lebih demikian:
“Sebagai orang tua harus berdamai dengan keadaan. Bahwa anak yang terlahir dengan kebutuhan khusus adalah hak prerogatif dari Tuhan.”Kalimat itu sejalan dengan tagline film ini “karena setiap anak terlahir sempurna” :)
Jika di sekitar kita mungkin ada anak penyandang diseleksia, maka tidak berarti dia bodoh. Bisa jadi anak tersebut memiliki kelebihan di bidang lain. Sayangnya, lingkungan kita terbiasa menilai prestasi anak hanya dari nilai-nilai akademik saja. Nah, kalau mau tau Aqil (putra dari Mbak Amalia yang diceritakan dalam Wonderful Life) ini memiliki kelebihan apa, tonton saja filmnya ya! Jatuhnya spoiler kalau saya cerita di sini haha. Saya bersyukur mendapat tiket gratis untuk menyaksikan premier film ini di Jogja hehe.
Film-nya cukup bagus kok, tipenya road movie. Tapi tempat-tempatnya nggak alay, cenderung natural. Mas Angga Dwimas Sasongko sendiri memang memnginginkan agar peran aktor dan aktris-nya tetap menonjol dalam film ini, tak semata-mata terpukau dengan setting lokasinya. Film yang menggambarkan perjuangan Ibu demi anaknya yang disampaikan tanpa harus ‘menye-menye’ juga menjadi fokus tersendiri selama penggarapan film ini. Selamat menyaksikan film, semoga semakin banyak orang yang aware tentang diseleksia ini ya :)
0 comments