Wisata Mojokerto: Patung Buddha Tidur Hingga Candi-Candi Bersejarah di Trowulan

by - August 04, 2018

Mojokerto mungkin bukan tujuan wisata favorit Jawa Timur layaknya Malang atau Banyuwangi, namun Mojokerto memiliki sisi menarik dari segi sejarahnya. Sekitar enam ratus tahun silam, tanah itu merupakan pusat salah satu kerajaan terbesar di Nusantara, yakni Majapahit. Beberapa hari lalu, saya ke Mojokerto dan merasa beruntung dapat mengunjungi sejumlah situs bersejarah di kota itu. Sebenarnya, tujuan utama saya bukan untuk explore Mojokerto. Lima jam saya menempuh perjalanan dengan kereta dari Jogja dalam rangka "ngeterke nganten" sepupu saya yang menikah dengan pria keturunan Gadjah Mada hehehe. Nah kebetulan, saya memiliki teman KKN yang tinggal di Mojokerto, jadi sekalian silaturahim ke rumah dia dan jalan-jalan keliling Mojokerto, atau lebih tepatnya Trowulan.


Pengalaman Wisata Hits Mojokerto
Setelah melewati Gapura Wringin Lawang ini, saya akan berubah jadi Tribhuwana Tunggadewi.

Sebagai penggemar drama kolosal Korea dan suka ha-hal bertema kerajaan, saya antusias mengunjungi Mojokerto. Setelah beberapa hari sebelumnya mencari informasi di internet, saya mengutarakan kepada Choiri tempat mana saja yang ingin saya kunjungi. Pada dasarnya, daftar tempat wisata yang kami kunjungi adalah candi-candi di kompleks Cagar Budaya Trowulan plus Museum Trowulan. Pada hari yang dijanjikan, saya dan Choiri bertemu di Polsek Bangsal (saya berangkat dari kediaman keluarga suami kakak saya di Mojosari naik Go-Jek, Mojokerto ada Gojek kok jadi don't worry). Pagi-pagi sekitar pukul delapan, petualangan kami dimulai saya disupiri Cho naik Supra kesayangan. Saya sengaja milih start pagi biar nggak terlalu panas. Mojokerto nggak seadem Magelang tentu saja haha.

Awalnya, Museum Trowulan ada dalam list tempat yang ingin saya kunjungi, namun Choiri mengatakan bahwa museum tersebut tutup di hari Minggu. Wah, sayang sekali padahal saya berharap mendapat pengetahuan sejarah dari museum. Jadinya saya hanya mengunjungi tempat-tempat yang saya ceritakan di bawah ini. Nah jika ingin tau how to get those tourism destination, sesungguhnya saya hanya mengandalkan Choiri dan Google Map, kalau ada dari kalian yang ingin ke Mojokerto atau ndilalah lagi ke Mojokerto dan ingin main, turun saja di stasiun Mojokerto, trus nanti naik Gojek menuju lokasi. Memanfaatkan Gojek buat wisata hehe.



Candi Tikus

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Candi Tikus. Ketika sampai di lokasi, mas-mas penjaga masih bersiap-siap, sepertinya kami adalah pengunjung pertama di hari itu. Candi Tikus terletak di tengah kolam persegi. Di sisi luar candi, tertulis bahwa tempat ini merupakan "petirtaan", namun saat saya ke candi, tirtanya lagi gak ada. Mungkin lagi kemarau kan ya, jadi gak diisi. Ada sih airnya, tapi cuma dikit banget. Hanya ada lumpur hijau cukup tebal di dasar candi, bekas endapan ketika ada airnya. 


Backpacker Mojokerto
Candi Tikus, difoti dari tangga untuk menuruni kolam.
Harusnya candi dikelilingi air, tapi pas ga ada huhu.

Candi Tikus tampak dari samping.
Awalnya, saya mengira diberi nama Candi Tikus karena ukurannya kecil cuma muat buat tikus hehe, tapi Choiri menjelaskan bahwa nama itu disematkan dengan alasan ketika pertama ditemukan, banyak tikus berada di lokasi. Beberapa bangunan candi kecil terdapat di tengah menara, dikelilingi kolam besar berbentuk persegi panjang. Tepat di hadapan candi, ada tangga untuk turun menuju kolam, nah di sisi kanan kiri tangga ini ada kotak kecil, semacam ada kolam dalam kolam gitu. Dua kolam kecil di kanan kiri tangga inilah yang masih terisi air dan ada ikannya kecil-kecil pada mabok (kayak lagunya Joshua, hehe maap receh). Ada juga semacam pancuran-pancuran berukir di beberapa sisi candi, kira-kira dulu air di pancuran itu dialirkan dari mana ya? 

Candi Tikus  diperkirakan dulunya difungsikan sebagai tempat pemandian para raja dan ratu Majapahit. Hmm, jadi kebayang, pasti butuh persiapan yang nggak sebentar tuh kalau raja atau ratu mau mandi di situ, belum lagi kalo misal mandinya pake kembang-kembang gitu haha. Yang bikin saya penasaran adalah, kalau tempat mandinya disitu kira-kira istananya dimana ya. Hmm. Oh iya, selain sebagai pemandian, ada juga yang menyebutkan bahwa candi ini digunakan sebagai tempat upacara.

Puas melihat bangunan candi, kami keluar dan...jajan pentol. Btw, salah satu makanan khas di Mojokerto adalah pentol. Saya beli pentol lima ribu di penjual yang mangkal di depan Candi Tikus, saya nggak nyangka rasanya enak sekali huhu ingin coba lagi. Kalau ke Mojokerto, kayaknya wajib deh nyobain pentol yang asli dari sini, rasanya lezatnya membahagiakan.



Candi Bajang Ratu

Candi Bajang Ratu Mojokerto
Candi Bajang Ratu dari sisi Timur.

Saya dan Choiri tidak menentukan itinerary perjalanan, hanya menentukan tujuannya dan waktunya fleksible. Setelah dari Candi Tikus, Choiri membawa saya ke Candi Bajang Ratu yang jaraknya hanya beberapa menit dari lokasi pertama. Menurutku candi ini anggun sekali, bentuknya menawan. Nggak heran, tempat ini tuh sering dipakai buat foto pre-wedding. Sayangnya, ketika sampai di Candi Bajang Ratu, cahaya matahari sedang tidak dalam posisi mendukung pengambilan foto ciamik. Jadi, setelah saya pikir lagi, kayaknya lebih seru ke candi-candi di Trowulan kalau pas sore deh. Lighting-nya bagus haha. Yha terkecuali Anda bermodal kamera canggih yang bisa take a great photo kapan aja hehe. Ini saya cuma modal kamera handphone soalnya, ya biar kayak Nicholas Saputra yang bio-nya tertulis "all photo taken by smart phone". Hanya saja, selisih harga smartphone saya sama punya Mas Nicholas tuh jauh hahaha.


Relief kala di sisi atas Candi Bajang Ratu.

Tempat Foto Hits Mojokerto

Ngomong-ngomong tentang Candi (ada juga yang menyebutnya Gapura) Bajang Ratu konon dulunya merupakan pintu masuk menuju tempat suci buat memperingati kematian Raja Jayanegara, raja kedua Kerajaan Majapahit yang meninggal karena dibunuh. Sebagai raja, Jayanegara dikenal sebagai raja yang kurang arif dalam memimpin. Selain itu, beliau juga mendapat beragam pertentangan terkait kelayakannya menjadi raja karena ia adalah putra dari selir Raden Wijaya. Nama Bajang Ratu sendiri sering dihubungkan dengan usia Jayanegara ketika naik tahta yang masih sangat muda (bajang/bujang). Cerita itu terdapat dalam Kitab Pararaton. Di Candi Bajang Ratu dijumpai sejumlah relief, salah satunya adalah relief kala yang erat dikaitkan dengan pengusir roh-roh jahat sebelum masuk ke tempat suci.



Kolam Segaran

Dari Candi Bajang Ratu, kami geser lagi ke Candi Brahu. Sebelum sampai ke lokasi, Choiri menunjukkan kepada saya sebuah kolam sangat besar yang kami lewati dalam perjalanan. Kata Cho, kolam yang saat saya lewat banyak orang-orang lagi mancing itu dulunya merupakan tempat cuci piring keluarga Majapahit. "Tapi nek kolamnya segede itu apa dulu piringnya juga gede-gede banget ya?" Cho mengutarakan pertanyaan. Hmm, kalau saya lihat ukuran kolamnya sih, muat itu buat cuci piring orang sekampung saya plus kampung tetangga. Mungkin dulu kan keluarga kerajaan banyak banget, abdi dalemnya juga banyak, jadi kitchen utensil yang harus diasahi juga banyak makanya dibikin kolam segede itu. Ukuran kolam segede itu mungkin juga biar nggak najis, kalau kata kitab Takrib sih kan udah lebih dari dua kaulah wkwkwk. Itu sih cocoklogi ala saya. Btw, Kolam Segaran ini kayaknya nggak terlalu dalam, soalnya saat itu di tengah kolam ada sejumlah pria yang tengah berdiri (mungkin sedang nyeser ikan) dan ketinggian air hanya seukuran dada mereka. Oh iya, mohon maaf nggak ada fotonya karena cuma lewat doang kemaren heheh.




 Candi Brahu

Pesona Candi di Mojokerto

Diantara candi-candi yang saya kunjungi sebelumnya, Candi Brahu ini yang paling ramai oleh penjual di sekitarnya sekaligus yang paling besar. Ahli sejarah memperkirakan, Candi Brahu juga merupakan candi tertua yakni dibangun pada masanya Mpu Sindok. Seinget saya, berdasar materi yang diberikan guru Sejarah jaman SMA (Pak Joko) Mpu Sindok ini yang dulunya memindahkan pusat kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah ke Jawa Timur untuk menghindari bencana letusan Gunung Merapi dan menghindari ekspansi Sriwijaya. Berarti Candi Brahu dibangun jauh banget sebelum masa Majapahit, karena sejak era Mpu Sindok, masih ada era Medang, Kediri, Singasari, dan baru Majapahit. Nggak heran banyak batu-batu candi yang udah rusak.

Pada masa Majapahit, ada yang memperikirakan bahwa tempat ini dulunya digunakan untuk menyimpan abu raja-raja Majapahit, namun hal ini lemah karena nggak ada sisa-sisa abu manusia yang ditemukan di dalam candi. Maka, muncul spekulasi lain bahwa Brahu dulunya diapaki buat upacara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya benda-benda untuk upacara di di sekitar candi.





Candi Brahu memiliki lubang yang cukup besar, semacam pintu tapi nggak bisa dimasuki karena terlalu tinggi. Mungkin dulu ada tangga yang menghubungkan ke pintu itu, kalau sekarang sih udah nggak ada jadi kalau mau masuk harus penekan dulu. Tapi tetep nggak boleh dimasuki sih haha, udah terlalu ringkih mungkin. Di dalam candi konon ada ruangan yang cukup luas dan muat buat sekitar tiga puluh orang. Sungguh ya, kalau liat candi-candi gitu jadi inget adegan upacara-upacara adat di drama kolosal Korea, trus bayangin ada upacara serupa tapi versi jaman Majapahit. Make me wanna travel the time haha.

Matahari pas ganas-ganasnya pas kami sampai di Candi Brahu. Saya bilang ke Choiri, bahwa masih ada Gapura Wringin lawang dan Patung Buddha tidur yang ingin saya kunjungi. Di sisi lain, saya juga ingin mampir ke Jombang buat ziarah ke Makam Pondok Pesantren Tebuireng. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke Jombang dulu, karena kompleks makam Tebuireng tutup jam empat sore dan kami nggak mau kesorean haha. Setelah re-apply sunblock, kami melanjutkan perjalanan ke Jombang, sungguh ngantuk aku sepanjang jalan hahaha.

Sedikit cerita tentang Jombang: tempat yang pertama kami datangi adalah Makam Pesantren Tebuireng. Usai ziarah kami jalan kaki ke Museum Islam Nusantara KH. Hasyim Asy'ari (MINHA) yang terletak tak jauh dari makam (tapi tetep panas banget sih jalannya huhu). Sayangnya, museum tersebut belum buka dan belum boleh masuk karena belum diresmikan.Yah, padahal pensaran isinya. Yaudah nggak apa-apa, semoga lain kali bisa kesini lagi pas udah buka. Berdasarkan artikel yang saya baca sih, bangunan lima lantai itu nantinya bakal dipakai untuk menyimpan peninggalan Hadratussyekh dan dokumen sejarah Islam masuk ke Nusantara. MINHA juga rencananya akan menjadi tempat kegiatan seni dan budaya. Menarik ya. Oh iya, di depan museum terdapat Monumen At Tauhid dengan panel-panel bertuliskan Asmaul Husna.


Pengalaman ke Museum Islam Nusantara

Selain mengunjungi Kompleks Makam Gus Dur di Tebuireng, saya juga sempet mencicipi kuliner sekitaran Jombang. Menu makan siang saya dan Choiri adalah tahu campur yang kami beli di warung pinggir jalan. Makanan ini tuh semacam kupat tahu kalau di Magelang, bedanya tahu campur pake kuah petis. Trus yang bikin beda karena ada kikil atau apalah namanya, something dari sapi. Lumayan sih rasanya, hanya saja saya nggak bisa makan kikilnya karena aromanya terlalu menyengat heheh.



Patung Buddha Tidur

Harga Tiket Patung Buddha Tidur Mojokerto
Sorry I can't take a proper pic cause it's too crowded.
Setelah makan, sholat, dan istirahat sejenak di sebuah masjid kami kembali ke Mojokerto dan mengunjungi patung Buddha Tidur, tempat wisata yang katanya ikonik di Mojokerto. Bentuk patung Buddha Tidur nggak kalah estetik daripada patung serupa di Thailand, bahkan patung yang dibangun oleh seniman patung lokal YM Viryanadi Mahateria, pada tahun 1993 ini dinobatkan sebagai Patung Buddha Tidur terbesar ketiga di Asia Tenggara. Nggak heran, peminat wisatanya sangat banyak. Literally, tempat ini ramaiiiii sekaliii...atau mungkin karena bertepatan dengan hari minggu kali ya.

Patung setinggi empat setengah meter dengan panjang dua puluh dua meter ini berada di kompleks Maha-Vihara Majapahit, Trowulan. Semula, tempat ini hanya dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Buddha, namun sejak tahun 2012, patung Buddha tidur dinobatkan sebagai obyek wisata. Posisi patung yang menggambarkan Buddha tertidur ini tentu ada artinya, jadi konon ketika Sang Buddha meninggalkan dunia menuju Nirwana, posisinya tidur miring ke sisi kanan kayak gitu. Trus patung yang menghadap Selatan menggambarkan kiblat umat Buddha yaitu menghadap ke Selatan.

Salah satu patung Buddha dengan mudra  yang berbeda-beda di pintu masuk vihara.

Sebagian relief yang ada di salah satu dinding bangunan vihara.

Di dekat pintu masuk vihara, terdapat beberapa patung Buddha yang berdiri berjajar dengan sikap tangan (mudra) yang berbeda-beda. Dahulu, pas SMP saya pernah tuh dikasih materi tentang mudra-nya Sidharta Gautama, tapi sekarang udah lupa hehehe. Jika berjalan mengitari vihara, kita akan menemukan dinding yang dihiasi panel relief berukuran besar dari semacam logam kalo nggak salah. Kalau saya nggak salah mengenali, di relief ini ada posisi Buddha yang lagi tidur kayak di patung (Reclining Buddha), posisi Buddha yang lagi meditasi, dan posisi Buddha kayak gambar di atas. Apa ya itu? Apakah itu menggambarkan ketika Buddha memberikan pencerahan? Hmm...saya juga tidak sepenuhnya paham. Boleh share kalau ada yang paham hehe.


Candi Wringin Lawang

\Trowulan mendung ketika kami sampai di Candi Wringin Lawang. Menurut informasi bapak-bapak penjaga parkir di Maha Vihara Majapahit, Candi Wringin Lawang buka hanya sampai jam emapt sore, namun ketika kami sampai disana jam empat lewat, kami masih bisa masuk. Bahkan free, tidak ada gerbang yang menghalangi kami masuk dan tidak ada petugas. Banyak arek cilik yang lagi bersepeda ria di area candi.


Harga Tiket Wisata Candi Mojokerto


Candi Wringin Lawang dikenal pula sebagai Gapura Wringin Lawang konon merupakan pintu gerbang menuju Kerajaan Majapahit, tapi saya dan Choiri berpikir, kalau misal ini pintu gerbangnya tuh kayak kurang sesuai. Soalnya kan di tengah gapura itu ada tangganya, nah masa kalau ada arak-arakan pangeran naik kuda, kayaknya kurang pas kalau lewat tangga hahaha. Apalagi saya lagi-lagi keinget kalau di K-Drama tuh, gerbang kerajaan mesti besar dan muat untuk lewat kereta kuda, dan bentuknya kayak semacam benteng gitu hehe. Untungnya, saya nemu referensi lain yang menyebutkan bahwa Gapura Wringin Lawang adalah tapal batas negoro, jadi ini pintu penghubung Negoro dan Monco Negoro, nah kalau itu make sense kan ya. Jadi nanti kalau ada raja mau ke luar negeri atau ada utusan luar negeri mau masuk Majapahit, nanti disambutnya di gapura ini gitu. Well. 


Gapura Wringin Lawang dari samping.
Bentuk Gapura Wringin Lawang kayaknya dipake buat inspirasi pembangunan gapura di area Mojokerto. Hampir semua bangunan di Mojokerto, mulai dari gapura kampung, pintu masuk sekolah, kantor pemerintahan, rumah sakit, dll. tuh menerapkan bentuk gapura ala candi bentar ini. Saya sampai mikir bahwasanya basic skill yang harus dimiliki para tukang di Mojokerto adalah untuk membuat gapura bentuk candi bentar hahaha. Gapura-gapura itu kemudian menjadi ciri khasnya Mojokerto. Menarik ya!

Selain gapura-gapura ala candi bentar, saya juga menjumpai hal unik lainnya di Mojokerto, khususnya di daerah Trowulan. Di tempat ini bangunan rumah tuh dibikin hampir serupa satu sama lain, kayak gambar di bawah ini. Mungkin ini ceritanya menyerupai rumah-rumah zaman Majapahit. Bangunan ini nggak melingkupi keseluruhan rumah, hanya menutup bagian terasnya saja. Kalau dilihat dari samping, bagian "inti rumah" ya tetep dicat warna-warni kayak rumah-rumah di Jawa pada umumnya, jadi keliatan kayak tempelan aja gitu hehe. Mungkin bangunan coklat yang terlihat adem ini adalah anjuran dari pemerintah yang dibangun belakangan setelah rumah inti jadi. Tapi, menurut saya itu bagus sih, jadi sesuatu yang khas dari Trowulan.


Ciri khas rumah di daerah Trowulan.

Rumah Majapahit kuno ala Trowulan.


Yes, itulah tadi cerita perjalanan saya selama di Mojokerto dan Jombang. Seneng banget bisa mengunjungi sisa-sisa kejayaan Majapahit di Trowulan. Harga tiket masuk obyek wisata pun cukup murah, masing-masing obyek dipatok Rp3.000,- plus parkirnya jugga Rp3.000,-, kecuali Gapura Wringin Lawang yang entah kenapa free haha. Sayangnya, situs-situs sejarah itu tidak dilengkapi dengan informasi tertulis apapun yang menceritakan kisah di baliknya atau fungsi bangunan pada zaman dahulu. Jadi wisatawan cuma bisa sebatas datang dan foto. Saya aja, dapet semua informasi itu dari hasil browsing di internet. Semoga hal ini bisa jadi perhatian pemerintah dan pengelola Badan Pelestarian Cagar Budaya Trowulan agar candi-candi di Trowulan nggak cuma bisa dinikmati indahnya tapi juga bisa jadi wisata sejarah yang mengedukasi pengunjung akan nenek moyangnya. 

Terima kasih kepada rekan seper-KKN-an, Choiri yang udah jadi supir saya eh travelmate saya dan menemani #ExploreMojokerto sekaligus jadi tukang fotonya Duchess of Mungkid hahaha. Terima kasih juga untuk keluarga Choiri yang mengizinkan saya menginap, mandi, dan makan heheheh. Terima kasih juga untuk keluarga paklik-nya Mas Ulum yang menyediakan tempat istirahat untuk rombongan keluarga mempelai wanita. Semoga kebaikannya dibalas Allah SWT. Terkhusus untuk ibuknya Choiri, semoga perjalanan hajinya lancar dan senantiasa sehat. Semoga menjadi haji yang mabrur ya, Bu :)


Wisata Murah Mojokerto
Bidadari Seliu 2/18: Nurul dan Choiri.
Btw, kakak sepupu saya baru saja melangsungkan pernikahan. Rasa bahagia dan haru turut melingkupi saya dengan momen bersejarah itu. Kakak saya adalah sosok yang saya yakin bisa menjadi panutan bagi orang-orang di sekitarnya, sendiri saja dia sudah begitu hebat. Kini, ia telah bersama orang hebat lainnya yang akan menemani perjuangan, tak lain suaminya. Pria yang melabuhkan cinta pada kakak saya adalah orang Mojokerto, maka sesuai adat pernikahan di Jawa, setelah mengadakan pesta di mempelai wanita, biasanya akan ada boyongan keluarga besar ke kediaman mempelai pria. (Itulah kenapa saya ada datang ke Mojokerto.) Sekali lagi selamat menempuh hidup baru untuk Mbak Nisa dan Mas Ulum, semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah warohmah.

Sabtu, 04 Agustus 2018
Ditulis dengan latar suaranya
Jung Joon Young - Sympathy (playing in repeat)
He has a very powerful voice!! I wanna cry...

You May Also Like

3 comments

  1. Mojokerto yang ramai itu agak melipir, di daerah Pacet dan Tretes :)
    Lhoalah. Kenal sama Ulum juga. Kalau kontak, titip salam dari temen KKNnya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mas Gallant...
      Salamnya sudah saya sampaikan Mas Ulum lewat kakak saya ya (istrinya mas ulum) hehehe

      Delete
  2. Kayaknya terawat banget, ya. Rumah Majapahit-nya malah bikin ingat Rooftop Princess. :D

    ReplyDelete