twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • ABOUT
  • CATEGORIES
    • DIY
    • TRAVEL
    • THOUGHTS
    • KOREAN WAVE
  • About
  • Contact

a wonderful life

Saya tidak banyak menonton drama Korea, beberapa drama yang pernah saya tonton hanyalah Boys Over Flower, The Moon That Embraces The Sun (yang udah saya tonton berkali-kali), dan Dae Jang Geum (yang saya bahkan udah lupa ceritanya saking lamanya). Namun, beberapa waktu lalu dari seorang sepupu yang penggemar per-korea-an, saya diberi drama berjudul Hwarang: The Poet of Warrior, tentu saja hal ini dikarenakan kakak saya itu paham kalo saya suka kisah-kisah zaman kerajaan hehehe. Meski rating drama ini kalah jauh dengan rating The Moon That Embraces The Sun (disingkat TMTETS aja ya biar gak capek ngetiknya haha), saya tetap jatuh cinta dengan drama ini. Bukan karena kisah cintanya, tapi drama ini bikin saya jadi penasaran akan sejarah Korea dan mengkepo sejarahnya.

(pict source)

Hwarang berarti 'flower boys', mas-mas cantik begitu istilahnya. Mereka ngapain? Bakal saya bahas di paragraf selanjutnya. Berbeda dengan TMTETS yang mengisahkan era Kerajaan Joseon, Hwarang mengambil latar pada masa Kerajaan Silla, abad ke-6 dan ke-7 Masehi. Kira-kira hampir berbarengan dengan masa Kerajaan Tarumanegara di Indonesia. Hwarang lahir pada masa pemerintahan Raja Jinheung. Meski demikian konon yang membentuk Hwarang adalah raja sebelum Jinheung, karena pada saat naik tahta Jinheung masih cukup muda berusia lima belas tahun. Makanya pemerintahan Jinheung juga dibantu ibunya, Ratu Jisoo. Kalau di drama sih, Jinheung ini disuruh Ibunya hidup sembunyi-sembunyi sebelum cukup umur dan cukup strong buat naik tahta dan dikenal dengan Raja Tak Berwajah. Tapi di kejadian nyata, sepertinya tidak demikian. Raja Jinheung bahkan dikenal sebagai salah satu raja terbaik di Silla. Oh iya, ibu kota Kerajaan Silla waktu it bernama Seorabeol yang diucapkan cepat, konon Seorabeol ini jadi 'Seoul' di masa sekarang.
Karakter Raja Jinheung dalam drama Hwarang. (pict source)

Alasan pembentukan Hwarang di dunia nyata konon nggak terlalu jelas untuk apa, tapi kalau di drama sih pembentukan Hwarang ini bertujuan untuk 'mengikat' anak-anak bangsawan untuk mengabdi pada Raja Jinheung. Kalimat ini juga mungkin masuk akal  untuk menerangkan alasan adanya Hwarang: "The establishment of to Hwarang took place as the royal court tightened control of the people, a complement to golpum (bone rank/social hierarchy-red) system and a symbol of harmony and compromise between the king and the aristocracy." Orang-orang yang terpilih dalam Hwarang baik dalam drama maupun di dunia nyata digambarkan haruslah mereka yang merupakan anak bangsawan dan memiliki penampilan fisik yang bagus. Mereka ini dididik beragam pengetahuan seperti tentang kebudayaan, kepercayaan (Buddha, Taoism, Confusius), dan ilmu beladiri. Sehingga tak hanya memiliki penampilan yang menawan, Hwarang juga pandai, memiliki sisi spiritual yang kuat, dan jago bela diri. Makanya ada sumber yang mengatakan bahwa dalam beberapa hal, karakter Hwarang agak mirip dengan Ksatria Templar jaman Perang Salib. Pada mulanya, Hwarang dibentuk bukan untuk sebuah kekuatan militer, tapi lama kelamaan Hwarang dikenal sebagai angkatan perang yang cukup berpengaruh bagi Kerajaan Silla. Sebagai 'flower boys', konon mereka akan merias wajahnya saat berperang. Dalam drama sih, Hwarang tidak digambarkan merias wajahnya berlebihan, namun tetap diperankan oleh mas-mas cantik berambut panjang tapi berbadan gagah hahaha. Nah, saya jadi ber-cocoklogi, jangan-jangan karena ada sejarah dan 'darah' Hwarang ini, maka nggak heran oppa-oppa Korea itu cantik tapi badannya six pack dan sangat memperhatikan penampilan hehe :B
Ada beberapa nilai-nilai yang menurut saya menarik ditanamkan pada para Hwarang di kehidupan nyata. Sebelum dilantik jadi Hwarang, mereka juga punya sumpah setia yang terdiri atas lima poin: kesetiaan kepada Raja, mencintai dan menghormati orangtua, kepercayaan di antara teman, pantang mundur di setiap pertempuran, dan pantang mengambil nyawa tanpa alasan. Kalau dalam drama digambarkan, bahwa setelah belajar dan meresapi nilai-nilai yang ditanamkan, para Hwarang jadi berbeda kepribadiannya, dari yang semula egois dan serakah, bahkan haus kekuasaan, jadi lebih mementingkan rakyat dan loyal sama temennya. Mungkin inilah alasan kenapa dibentuk Hwarang, agar para pemuda terbaik itu tidak hanya mementingkan kekuasaan tapi juga memikirkan kesejahteraan rakyat lewat aksi bersama kawan-kawannya. Di salah satu riwayat yang saya baca bahkan dijelaskan bahwa setelah melewati masa pendidikan, para Hwarang dikirim ke daerah-daerah, yah mungkin semacam bali ndeso, mbagun deso hehe. Jadi, Hwarang nggak cuma punya kekuatan militer tapi juga mumpuni dalam bidang pemerintahan. Gitu yang saya tangkep.
Dari sekian banyak Hwarang, ada tokoh yang terkenal bernama Kim Yu Shin yang hidup  beberapa puluh tahun setelah pemerintahan Jinheung (raja ke-24 Silla), dia adalah jenderal kepercayaan pada masa pemerintahan Ratu Seondeok (ratu ke-27 Silla. Btw, Silla ini dipercaya sebagai negara yang mengakui kesetaraan gender karena pernah memiliki tiga ratu sebagai pemimpinnya. Balik ke Kim Yu Shin, karena dia ini Hwarang yang terlahir dari keturunan Tulang Suci (atau Seonggol, tingkatan tertinggi dalam hierarki masyarakat Silla). Dia juga pandai dalam hal akademis dan pandai berperang, bahkan menjadi Pongwolju (pemimpin Hwarang) di usia kurang dari 20 tahun. Kim Yu Shin ini berperan besar dalam menaklukkan kerajaan tetanga Silla, Baekje dan Goguryeo. Hingga akhirnya Silla menyatukan tiga kerajaan dan menjadi Unified Silla. Dalam drama sih memang digambarin dari awal impian Raja Jinheung memang menyatukan tiga kerajaan di bawah pemerintahan Silla, meski akhirnya impian itu terwujud beberapa tahun kemudian di masa pemerintahan Raja Munmu (raja Silla ke-30).
'Cantiknya' hwarang bernama So Hoo. (pict source)
Wah, panjang juga ya cerita tentang sejarah Hwarang. Balik ke drama aja deh kalau gitu. Hwarang: The Poet of Warrior diperankan oleh enam aktor tampan. Saya suka aktingnya pemeran Raja Jinheung, menurut saya, meskipun sifatnya second lead, but he can portray King Jinheung of Silla very well. Auranya dapet laah haha. Trus, Hwarang juga banyak mengisahkan konflik antara keluarga kerajaan dan pejabat, bagi banyak orang mungkin membosankan tapi bagi saya justru menarik. Mungkin karena background saya adalah alumni sospol kali ya hahaha. Persahabatan yang ditampilkan antar para Hwarang juga menarik diikuti yang tadinya angkuh dan nggak akur bisa jadi saling peduli gitu.
Sebagai drama Korea, percintaan tentu hadir di sini, tapi menurut saya cinta-cintaannya malah sebagai sampingan. Atau at least, saya melihatnya sebagai sampingan karena saya lebih tertarik pada upaya Jinheung naik tahta.Cinta yang ditampilkan ada cinta segitiga, antara Jinheung, temen seper-hwarang-an (pemeran utamanya), dan mbak-mbak tabib bernama Ah Ro. Ada juga kisah cinta seorang Hwarang (namanya Ban Ryu) yang jatuh cinta sama adik perempuan teman seper-hwarang-an yang terhalang perbedaan afiliasi politik orang tua kedua belah pihak. Dan yang agak geli-geli sedih adalah cintanya seorang Hwarang bernama So Hoo untuk Ratu Jisoo yang tentu saja bertepuk sebelah tangah. Di saat-saat terakhir sebelum kematian Ratu Jisoo, So Hoo meminta tabib terbaik di Silla untuk menemani sang ratu. Tabib itu adalah cintanya Ratu Jisoo yang tak pernah bisa dimilikinya. Disini saya kurang paham, yang dilakukan So Hoo itu adalah level tertinggi dari mecintai sehingga mengikhlaskan Jisoo bersama orang lain, atau...level terbodoh dari mencintai hahaha.
Enam aktor utama dalam drama Hwarang. (pict source)
Saya biasanya kalo nonton film-film atau drama gitu ya nonton aja, gak mau pusing-pusing mikirin di balik layarnya. Tapi, lewat Hwarang ini saya jadi memikirkan perkaran setting lokasi kerajaannya, properti-properti yang digunakan dan usaha para aktornya. Kayak saya mikirin gimana mereka latihan pedang, latihan naik kuda, dsb. Satu hal yang menarik perhatian saya adalah Hanbok (pakaian adat) yang dipakai para pemerannya yang menurut saya bagus-bagus. Desain atau karakter bajunya beda sama yang ada di TMETS, yaa mungkin karena beda era kerajaan juga makanya budaya bajunya juga beda. Saya bahkan kepo desainer hanbok-nya Hwarang hehe. Klik disini deh kalau mau lihat Hanbok karyanya heheh. Disini saya mikir kalau drama ini bener-bener dibikin sepenuh hati dangan effort yang lumayan mantap.
Sungguhlah, Hwarang ini bikin saya kepo sampe kemana-mana. Yaa gitu, kalau udah tertarik sama sesuatu bawaanya kepo hahaha. Even the rating is not so high in Korea, moreover if it's compared with The Moon That Embraces the Sun that I've watched before (Hwarang highest rating is 11,1% and TMETS highest rating is 42,3%...big difference, right?) but this drama impress me so well. Konon ada lagi drama yang mengangkat tema Hwarang, judulnya The Great Queen Seondeok. Drama jadul tahun 2000an yang kalau nggak salah pernah diputar di televisi nasional Indonesia. Nah, saya jadi tertarik nonton juga. Di The Great Queen Seondeok, hwarang digambarkan benar-benar sebagai pria bersolek, bedanya dengan Hwarang adalah era pemerintahannya. Saya jadi pengen nonton drama ini juga, apalagi disini pemimpinnya seoarng wanita tapi ternyata ini cukup panjang mencapai 60 episode. Hmmm....
Sekian deh, cerita saya tentang Hwarang. Nggak nyangka ya jadi panjang banget. Ya gitu, kalau cerita tentang hal yang kita suka, sering lepas kontrol haha. Apakah di antara kalian ada penggemar drama/film bertema kerajaan-kerajaan juga? Mungkin kita bisa sharing hehe :)


21 September 2017

NB. Btw, ini tulisan saya bikin murni untuk sharing apa yang telah saya kepo. Bukan tulisan akademis yaa. Jadi, mohon maaf kalau sumber-nya nano-nano hehe. CMIIW :)
Source:
  • Hung-gyu, Kim. 2012. Defenders and Conquerors: The Rhetoric of Royal Power in Korean Inscriptions from the Fifth to Seventh Centuries. Cross-Currents: East Asian History and Culture Review Journal No. 2 (March 2012). Korea University
  • McBride, Richard D. 2007. Silla Buddhism and the "Hwarang segi" Manuscripts. Korean Studies, Vol. 31 (2007), pp. 19-38. University of Hawai'i Press.
  • Riotto, Maurizio. 2012. The Place of Hwarang Among the Special Military Corps of Antiquity. The Journal of Northeast Asian History Vol. 9 Number 2 (Winter 2012), 99-155.Universita 
  • Te-Hung, Ha. 1972. Samguk Yusa: Legends and History of the Three Kingdoms of Ancient Korea. Yonsei University Press.
  • Source lainnya tercantum pada link-link yang saya sisipkan di artikel di atas yaa hehe.


September 22, 2017 6 comments
Berkumpul bersama keluarga KKN Seliu selalu menjadi kebahagiaan tersendiri dan ajang mengisi ulang semangat. Senin lalu, kami memutuskan untuk berkumpul di sebuah kafe hitz di Jogja, jenis kafe yang atas nama penghematan tak akan saya kunjungi jika tanpa mereka haha. Si pemilik kafe ini, tampaknya begitu memahami hasrat anak muda masa kini yang butuh menampakkan eksistensi lewat foto, sehingga bangunan kafe dibuat ala-ala Eropa. Tak ketinggalan, saya dan beberapa teman KKN turut menyempatkan berfoto ala-ala di Cafe Brick ini. Salah satunya adalah foto ini. Tapi lebih lanjut, saya tidak akan membahas tentang kumpul KKN atau kafe, saya ingin bernostalgia.


Captured by Mbak @fitraannisa_

Ketika berada di lokasi dan Mbak Fitra mengambil foto saya, tidak ada perasaan apapun dalam benak saya. Namun, ketika melihat hasil foto ini sesampainya di rumah, foto ini mengingatkan saya pada kenangan belasan tahun lalu, bahkan mungkin hampir dua puluh tahun lalu.

Lima tahun pertama dalam hidup, saya tidak tinggal di rumah yang sekarang saya huni, melainkan tinggal di rumah Mbah Ibu (demikian saya memanggil nenek dari garis Ibu). Letak rumah Mbah Ibu berada di samping masjid kampung kami dan memiliki halaman yang luas. Cukup luas untuk saya berlatih sepeda roda tiga, roda empat, ataupun lari-larian bersama teman-teman kala sore hari. Pun, halaman itu cukup luas hingga Bapak bisa membawa saya naik Vespa setiap pagi.Sebelum berangkat ke kantor, masih memakai sandal japit Bata namun  telah memakai seragam PNS --yang seingat saya, di masa itu berupa atasan krem dan bawahan coklat tua-- Bapak mengajak saya naik Vespa mengelilingi halaman rumah Mbah Ibu barang satu atau dua kali putaran. Mungkin, saat itu saya diajak Vespa untuk menciptakan kebahagiaan pada diri saya sehingga saya nggak nangis waktu Ibu dan Bapak berangkat kerja. You know, children are always obsessed about riding something, right? Include Vespa. 

Jika pada foto yang saya unggah Vespanya berwarna krem dan coklat, Vespa kesayangan Bapak berwarna biru muda...dan tentu saja tanpa ada keranjang dan bunga-bunganya hehehe. Dulu, jika diajak bepergian agak jauh naik Vespa, orang tua saya sangat memperhatikan keselamatan berlalu lintas bagi putri kecilnya. Mungkin, karena Bapak orang Dishub kali ya, sehingga saat berkendara saya selalu dilengkapi dengan helm kecil warna orange, kacamata hitam (saya punya beberapa kacamata dengan warna frame yang berbeda-beda), dan jaket warna pink soft-ungu soft. Hmm...mungkin jaket warna itu adalah trend fashion pada masanya hahaha, yaah mungkin di masa sekarang semacam jaket bomber warna hijau army hehe.

Sebenarnya, saya memiliki beberapa foto masa kecil yang tengah naik Vespa bersama Bapak yang ingin saya unggah bersanding dengan foto mentel di atas. I'm pretty sure, there is no big diffrence about that 'mentel-ness', except I'm a little bit taller now haha. Yaah, dulu saya kalo naik Vespa yaa berdiri di belakang stang itu aman-aman saja, kalau sekarang naik Vespa bareng Bapak lagi dan berdiri di belakang stang yaa gimana yaa hahaha. Sayangnya, foto-foto itu rusak. Foto-foto masa kecil saya memang banyak yang rusak tak terselamatkan. Pun Vespa biru muda Bapak juga sudah tidak ada. Sudah lama Bapak berganti dengan motor Suzuki Shogun. Dua kali Bapak ganti motor dan beliau selalu memilih Shogun. Saya tidak ingat kapan Bapak menjual Vespa itu, mungkin ketika saya kelas dua atau kelas tiga SD. Saya juga tidak ingat, kapan terakhir kali saya naik Vespa.

Tak banyak kenangan masa kecil yang bisa saya ingat. Apalagi dengan rusaknya foto-foto yang mungkin dapat membantu saya mengingat kejadian-kejadian dalam hidup saya. Tapi, seorang teman KKN yang beberapa hari lagi akan berangkat menuntut ilmu ke Jepang mengenalkan saya pada istilah: mengunci memori. Beberapa kenangan indah di masa kecil yang berhasil saya ingat, saatnya dikunci di sudut-sudut memori untuk suatu saat dibuka kembali. Lewat tulisan ini pula, saya menguncinya. Bukankah seringkali kita bisa tersenyum bahagia hanya dengan mengingat kenangan indah bersama orang yang kita sayangi?



Magelang, 17 September 2017
Ditulis kembali setelah sempet nggak ke-save,
semoga feel tulisannya masih sama
September 17, 2017 No comments
Seminggu lebih berlalu setelah Hari Raya Idul Adha dan baru hari ini saya sempat memasak daging kurban. Tak lain, adalah karena pada Hari Raya kemarin saya dan Ibu sama-sama kurang enak badan hingga beberapa hari selanjutnya. Memasuki weekdays, saya dan Ibu sama-sama sibuk di tempat kerja. Sore ini, barulah saya bisa mengolah daging kurban menjadi...rendang hehe. Di sela-sela menumbuk bumbu-bumbu itulah, ingatan dan pikiran saya terbang kemana-mana, tapi tetap tak jauh dari perkara 'memasak'.

Saya ingat ketika masih siswa baru di SMA, kami ada acara masak-masak di sekolah. Dalam rangka acara Pramuka, mungkin persami, atau MOS Pramuka, entahlah...saya lupa tepatnya. Nah, hari itu regu saya memasak makanan yang sangat sederhana: sop. Mungkin, bagi orang yang terbiasa memasak, atau sedang latihan memasak berbekal resep dari google, memasak sop adalah perkara yang mudah. Tapi, ketika harus memasak sop bersama kawan-kawan satu regu...hahaha beberapa kali sempat terjadi perbedaan pendapat. Perkara pakai minyak atau tidak, bumbunya cukup digeprek atau ditumbuk halus, sayur apa dulu yang dimasukkan, dsb. Saat itu, saya menyadari satu hal: bahwa beda ibu, beda pula cara kami memasak. Sesederhana menu sop sekalipun :)

Terjadi lagi ketika KKN dimana tim kami terbagi dalam enam kelompok memasak. Saat itu, kelompok saya kebagian jatah memasak pertama kali. Mungkin di hari kedua setelah kami tiba di Pulau Seliu. Saat itu, salah seorang teman sekelompok saya sempat bad mood, karena cara memasaknya terus menerus dikomentari oleh kawan-kawan lain yang tidak kebagian memasak. Se-simple cara mengiris, cara menumbuk, dan entah apalagi yang dikomentari hingga membuat dia dongkol. Sekali lagi saya diingatkan, bahwa tiap keluarga pasti memiliki cara masak yang berbeda-beda sekalipun menunya sama. Setiap ibu mungkin punya cara memasak sendiri-sendiri yang berbeda, meskipun tidak signifikan.



Ada juga cerita tentang teman saya yang baru belajar memasak yang kebetulan tinggal bersama kawan yang sudah ahli memasak. Tapi, alih-alih membantu agar teman yang baru latihan itu percaya diri dengan masakannya, si ahli memasak justru mengeluarkan komentar yang agak sinis yang pada akhirnya bikin teman yang sedang berlatih ini jadi sebel sekaligus males masak lagi hahaha. Semoga kita nggak mudah patah semangat dalam belajar memasak dan kalau sudah terbiasa semoga bukan jadi merendahkan pada yang baru belajar yaa, hehe.

Saya pun pernah mengalami ketika cara memasak saya ditegur orang, kenapa menumbuk cabe seperti itu, kenapa tidak seperti ini? Kenapa mengupas bawang pakai pisau kalau pakai tangan saja bisa? Kenapa nggoreng ikan seperti itu, bukannya mestinya seperti ini? Kadang kritikan akan cara memasak bisa diterima jika memang itu adalah cara yang mungkin lebih baik, lebih efektif. Tapi di sisi lain saya jadi belajar, bahwa setiap orang mungkin punya caranya sendiri-sendiri. Makanya saya jarang berkomentar kalau lihat orang masak. Karena kadang, itu bisa jadi masalah sensitif hehe. Menghargai cara orang lain memasak akhirnya saya tanamkan pada diri saya sendiri. 

Lalu, entah bagaimana, pikiran saya melayang ke...gimana rasanya masak bareng ibu mertua yaa? Hehehe. Wahai Ibu mertua, sesungguhnya saya sudah sering belajar memasak bersama Ibu saya. Bersyukur sekali saya punya Ibu yang mendukung saya belajar memasak dan menyampaikan kritikan dengan halus. Tapi Bu, masakan saya seringkali tidak fotogenik. Sepertinya sanya harus lebih giat belajar lagi agar foto masakan saya nggak kalah sama masakan Farah Quinn yaa, Bu. Atau ini karena saya tak punya kamera yang mendukung ya, Bu? Saya juga jarang memasak yang aneh-aneh, Bu, yang sulit dan 'ndakik-ndakik'. Sejauh ini saya memasak menu-menu harian, insyaallah cukup untuk memenuhi gizi anak Ibu sekaligus suami saya dan cucu ibu sekaligus anak saya kelak. Tapi, Bu...bila cara memasak saya mungkin berbeda dengan cara Ibu...mohon bimbingannya, Bu. Oh iya, saya akan sangat senang bila bisa memasak bersama Ibu, semoga saat itu saya tidak gugup yang malah jatuhnya jadi careless ya, Bu. :)

Hehehe...entahlah kenapa endingnya jadi seperti ini.
September 10, 2017 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Live in small and lovely town, Magelang. Enjoy making DIY project, especially hand-embroidery. Really love writing here, share some thoughts, experience, and everything that popping in my mind.

Follow Us

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Popular Posts

  • [K-Drama] Queen Seondeok: Drama vs Realita
    The Great Queen Seondeok adalah sebuah drama yang dibuat berdasarkan sejarah tapi dengan menyisipkan tokoh dan cerita fiksi di dalamnya. T...
  • [K-Drama] Queen Seondeok: Kisah Cinta Deokman, Kim Yu Shin, dan Bidam
    Sebuah drama yang tanpa kisah percintaan sepertinya akan terasa hambar, sehambar hidup tanpa cinta mungkin #halah maka The Great Queen Seon...
  • Review Film 'A Taxi Driver': Peran Supir Taksi dalam Membangkitkan Demokrasi di Korea Selatan
    Mumpung masih bulan April dan masih konsisten sama postingan per-korea-an, saya mau menulis tentang A Taxi Driver . Sudah lama banget saya ...
  • [K-Drama] Tokoh Favorit dalam Drama "The Great Queen Seondeok"
    Nonton K-Drama berjudul  The Great Queen Seondeok (QSD)   telah membuat saya begitu excited atau apalah perasaan ini namanya, saya kurang ...
  • Jajan MakeUp yang Bikin Hepi
    Bulan Mei lalu, saya jajan tiga barang belanjaan yang bikin hepi. Ada eyeshadow, blush on , sama lipstick. Udah saya pake beberapa minggu, s...
  • [K-Drama] Ringkasan Drama The Great Queen Seondeok: Perjuangan Wanita Meraih Tahta
    [ WARNING : Tulisan ini bakal sangat panjang, karena emang banyak yang harus dibahas dan karena saya begitu antusias. Nggak tahu lagi g...
  • Bulan Istimewa di Tanah Istimewa
    Hari kemerdekaan Republik Indonesia sudah berlalu sekian hari. Mungkin agak terlambat menuliskan cerita ini, namun anggap saja ini semaca...
  • Surga di Negeri Liu-Liu
    Sekali lagi saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari Keluarga KKN-PPM UGM Unit BBL-11 di pertengahan tahun 2015 ini. Jika harus menu...
  • Dua Puluh Dua
    this lovely handlettering is created by my besties , Icha. Makasih chaak * hug * Bismillahirrahmanirrahiim :) So, here is my very f...
  • Jalan-jalan ke Banyuwangi (3): Pendakian Gunung Ijen
    Setelah puas menikmati pesona Taman Nasional Baluran di Situbondo (seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya), saya sholat kemudian ma...

Labels

  • DIY Project
  • Drama Korea
  • Jalan-jalan
  • KKN
  • Korean Wave
  • Life Story
  • Something Wonderful
  • Thoughts

recent posts

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2022 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  September (5)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (4)
    • ►  October (1)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  December (5)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (7)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ▼  2017 (35)
    • ►  December (7)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ▼  September (3)
      • A Drama that So Much Impress Me
      • Kenangan Masa Kecil
      • Perkara Memasak
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (4)
    • ►  January (11)
  • ►  2016 (28)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  January (2)
  • ►  2015 (9)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
    • ►  September (2)
    • ►  April (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (38)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (5)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  June (4)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (11)
  • ►  2013 (46)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (9)
    • ►  September (8)
    • ►  August (8)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (7)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
  • ►  2011 (19)
    • ►  October (1)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  March (8)
  • ►  2010 (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose