twitter tumblr instagram linkedin
  • Home
  • ABOUT
  • CATEGORIES
    • DIY
    • TRAVEL
    • THOUGHTS
    • KOREAN WAVE
  • About
  • Contact

a wonderful life

Sekali lagi saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari Keluarga KKN-PPM UGM Unit BBL-11 di pertengahan tahun 2015 ini. Jika harus menulis gratitude list pastilah KKN adalah kado terindah di usia saya yang keduapuluh satu.

Program pengabdian dan pemberdayaan masyarakat telah kami lakukan di Desa Pulau Seliu, Belitung selama dua bulan. Selain program-program itu, kami juga meluncurkan website resmi untuk pulau tersebut. Tujuannya adalah agar Seliu lebih dikenal masyarakat sebagai suatu destinasi wisata di kawasan Belitung bagian selatan, ya mengingat selama ini pariwisata Belitung yang lebih banyak diekspos adalah yang berada di bagian utara seperti Pantai Tanjung Tinggi dan Pulau Lengkuas. Website tersebut telah dirintis selama kami KKN di pulau kecil itu, dengan alamat www.seliuindonesia.com. Silakan dikunjungi untuk informasi lebih lengkap :) Kami juga melakukan pelatihan pengelolaan website tersebut kepada pemuda Seliu, agar isi website senantiasa update setelah kami pulang. Meskipun pelatihan tersebut kini belum membuahkan hasil maksimal.

Sebagai Tim KKN yang mengusung program utama Sistem Penyedian Air Minum (SPAM), kami memang lebih banyak menjalin kerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Belitung. Bahkan perwakilan dari Kementerian Pekerjaan Umum sempat meninjau lokasi KKN kami. Ya, kami jarang (dan mungkin juga awalnya agak sulit) berinteraksi dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Belitung meskipun kami juga memiliki subprogram yang bergerak di bidang pariwisata. Kami hanya berusaha sebaik mungkin menyiapkan Seliu sebagai destinasi wisata. Melalui promosi via website, perancangan masterplan untuk desa, pembuatan plang penunjuk jalan, dan persiapan kuliner khas. Pengetahuan tentang pariwisata yang kami berikan masih sangat terbatas, apalagi rentang waktu dua bulan terlalu singkat untuk mengadakan pemberdayaan masyarakat secara utuh. Kami sadar bahwa jika ingin mengeskpos pariwisata Seliu, keindahan alam dan infrastruktur fisik saja tidaklah cukup, sangat diperlukan peran masyarakat untuk mengembangkan pariwisata sebagai penggerak ekonomi dan sebagai pengontrol agar alam Seliu sebagai 'daya jual' wisatanya tidak rusak oleh tangan-tangan jahil. Oleh karena itu, kami mengusulkan pada pihak kampus agar tahun depan dan beberapa tahun ke depannya KKN di Seliu diselenggarakan lagi untuk meneruskan program-program kami.

Usaha kami untuk mengembangkan Seliu sebagai destinasi wisata agar berdampak positif pada perekonomian masyarakatnya perlahan membuahkan hasil. Website yang kami susun mendapatkan sambutan yang cukup baik dari pembaca. Selama kami KKN saja ada beberapa orang yang tertarik berwisata di Seliu karena membaca website dan menghubungi contact person (CP) yang kami cantumkan. Salah seorang dari pembaca tesebut langsung mengunjungi Seliu tak lama setelah saling kontak dengan CP. Namun, yang paling membahagiakan khususnya bagi saya adalah komentar dari Saudari Angela Angestiana di website beberapa bulan setelah kami pulang KKN. Komentar tersebut membawa angin segar dan harapan akan pengembangan pariwisata Seliu. Terima kasih, Mbak Angela.



Tak lama setelah itu, kami mendapat kabar dari warga setempat bahwa Stasiun TVRI baru saja mengambil rekaman di desa mereka untuk suatu acara pengenalan wilayah-wilayah NKRI (saya lupa nama acaranya). Ketika hari penayangan, kami dari Jogja pun turut berbahagia menyaksikan tempat yang selamanya menjadi bagian dari hidup kami melalui televisi. Saya juga mendengar kabar dari warga bernama Pak Bachtiar dan Pak Fadla bahwa ada semacam sosialisasi mengenai pariwisata yang diadakan dari Seliu. Saya sendiri kurang tau dari lembaga apa yang mengadakan. Namun, dari media sosial Facebook, saya mengetahui bahwa ada seorang bernama Budi Setiawan yang rupanya adalah alumni UNPAD dan juga aktivis lingkungan yang memberikan sosialisasi kepariwisataan di Seliu. Terima kasih, Mas Budi. Alhamdulillah, Pulau Seliu perlahan mulai mendapat perhatian dari masyarakat luas.

Saya juga sempat menulis artikel tentang perjalanan saya di Seliu pada sebuah majalah travel online yaitu Travelnatic. Saya harap, artikel yang menjadi headline majalan online tersebut dapat turut membantu promosi wisata Seliu. 

Cover Majalah Travelnatic Edisi Oktober 2015.
Silakan Download versi lengkapnya disini.
Selain website dan juga Instagram Pulau Seliu, kami juga menerbitkan buku dan video. Buku itu berisi catatan perjalanan kami selama dua bulan di Seliu dan juga foto-foto lokasinya. Buku yang kami beri judul Surga di Negeri Liu-Liu ini beberapa waktu lalu kami ikutkan lomba di LPPM UGM bersama buku-buku lain yang juga merupakan hasil kerja KKN tahun 2015. Alhamdulillah, kami memenangkan hibah buku dan video dari LPPM. Bersyukur sekali rasanya. Buku Surga di Negeri Liu-Liu belum secara resmi terbit, kami masih terus melakukan revisi untuk memberikan yang terbaik kepada pembaca sekaligus persembahan terindah untuk warga Seliu. Doakan saja, bulan depan buku tersebut dapat terbit sehingga teman-teman yang tertarik juga bisa memesan :) Mmmm...ngomong-ngomong saya akan berikan sedikit cuplikan dari buku Surga di Negeri Liu-Liu tersebut. Sebuah paragraf yang sangat menyentuh bagi saya:

Thanks for writing about this great team.
Cover buku Surga di Negeri Liu-Liu karya Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11
Link: Pengumuman Pemenang Hibah LPPM

Sementara tentang video, kami baru merilis video singkat berdurasi lima menit. Ya, lima menit untuk selamanya. Video yang full-version untuk sementara belum jadi. Apabila teman-teman berminat melihat silakan putar saja di YouTube berikut ini. Sebuah video singkat dan tanpa dialog yang selalu sukses mengukir rindu pada Negeri Liu-Liu.



Itulah sedikit cerita mengenai perjuangan Tim BBL-11 untuk mengangkat Pulau Seliu sebagai suatu destinasi pariwisata. Sebagai seorang yang pernah mempelajari Manajemen dan Kebijakan Pariwisata saya tentu sangat memahami bahwa apa yang lakukan itu sangat minim, sangat penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan bantuan dari pihak-pihak seperti pemerintah maupun aktivis yang berkenan membantu pengembangan pariwisata Seliu tentunya dengan konsep suistainable tourism yang tetap mengedepankan kelestarian lingkungan dan menjadikan masyarakat lokalnya sebagai pemeran utama dalam kepariwisataan tersebut :)

Maaf yaa, bahkan setelah empat bulan sepulang KKN saya masih saja menulis tentang KKN. KKN dua bulan memang bikin susah move on dari pengalaman-pengalaman indahnya. Apalagi kalau menjalaninya bersama Tim BBL-11 hahahah.


Ruang Tamu Rumah, Magelang | 28 Desember 2015
Rindu semilir angin di Dermaga Seliu berikut es cincau Mak El :')
December 28, 2015 4 comments
Hari kemerdekaan Republik Indonesia sudah berlalu sekian hari. Mungkin agak terlambat menuliskan cerita ini, namun anggap saja ini semacam recount yang menceritakan pengalaman di hari lalu. Anggap saja sebagai sebuah cerita nostalgia tentang indahnya bulan istimewa di tanah istimewa. Selamat membaca :)

Tujuh belas Agustus adalah tanggal yang selalu istimewa di benak kami, Warga Negara Indonesia. Pada hari itu, tujuh puluh tahun yang lalu, bangsa ini memproklamirkan dirinya sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari belenggu penjajah. Ya, merdeka setelah tiga setengah abad dijajah bangsa asing. Sudah tujuh dekade dan pertanyaan masih sering singgah dalam benak kita adalah apakah kita sudah benar-benar merdeka? Bagaimana Anda atau..kita menjawab pertanyaan itu? Ah, tapi di sini saya tidak ingin berdebat soal apakah kita sudah merdeka atau belum, atau tentang apa itu merdeka. Terlepas dari semua itu, bangsa ini memiliki tradisi unik dalam merayakan kemerdakaan (yang dipertanyakan)-nya. Itulah yang akan saya bahas dalam tulisan ini.


Sang Merah Putih di langit Seliu
Fotografer: Gregorius Oktaviano

Entah bagaimana asal-usulnya, kemerdekaan negeri ini sering diperingati dengan adanya berbagai perlombaan. Ya, perlombaan di berbagai level, mulai dari tingkat kampung hingga tingkat nasional, dan berbagai instansi, mulai dari sekolah TK, perguruan tinggi, instansi pemerintahan, hingga swasta. Lomba yang diadakan pun beraneka ragam, tentu yang paling familiar di benak kita misalnya lomba makan kerupuk, lomba balap karung, lomba tarik tambang, dsb. Hingga kompetisi yang ‘kekinian’ seperti lomba fotografi, fashion show, dll. Selain itu, upacara bendera juga menjadi suatu hal yang pasti dilakukan di seluruh penjuru negeri. Adapula yang merayakannya dengan tirakatan atau semacam doa bersama demi kebaikan bangsa ini.

Agustusan di Seliu

Agustus tahun ini sungguh berbeda bagi saya. Kenapa demikian? Karena saya tidak merayakannya di Magelang atau di Jogja seperti tahun tahun sebelumnya, melainkan saya merayakannya di Pulau Seliu. Pulau kecil yang bahkan baru saya dengar namanya enam bulan terakhir. Dua bulan saya disini bersama bersama dua puluh sembilan orang lainnya dalam misi KKN, pengabdian masyarakat katanya.

Pulau Seliu merupakan pulau kecil, terdiri satu desa dengan dua dusun yang total memiliki sekitar 1.200 jiwa. Letaknya pun jauh dari pusat kota Belitung. Listrik belum dua puluh empat jam mengaliri pulau ini, begitu pula fasilitas jalan yang masih sangat biasa, tapi segala keterbatasan dan kurangnya perhatian dari pemerintah itu tak membuat masyarakatnya kehilangan rasa nasionalisme, rasa bangganya sebagai warga negara Indonesia. Hal itu terbukti dari meriahnya perayaan peringatan kemerdekaan Indonesia di pulau ini. Jujur saja, bahkan di kampung saya yang jauh ‘lebih kota” daripada Seliu, beberapa tahun terakhir kemerdekaan tidak dirayakan sehebat ini. Namun, di sini tak tanggung-tanggung kemerdekaan dirayakan sebulan penuh. Begitu banyak macam perlombaan dan berbagai acara lainnya yang tak hanya diperuntukkan bagi anak-anak, namun mencakup segala umur. Ada lomba joget, ada lomba karaoke, ada lomba panjat pinang, ada lomba tarik tambang, ada lomba balap karung, bahkan lomba tebak orang. Memang, aneka lomba itu merupakan kegiatan standar di tiap daerah, namun tentu saja bagi kami, tim KKN BBL-11 hal itu istimewa.

Tim BBL-11 sudah berada di Pulau Seliu sejak bulan Juli 2015, pertengahan bulan tersebut pihak pemerintah desa telah membentuk kepanitiaan perayaan kemerdekaan Indonesia. Kami pun dilibatkan dalam kepanitiaan. Aneka lomba yang saya sebutkan tadi sudah dimulai sejak awal bulan Agustus. Setiap akhir pekan, diadakan lomba joget untuk anak-anak hingga dewasa, juga lomba karaoke. Sepetak tanah kosong di samping kantor Badan Permusyawaratan Desa Pulau Seliu dijadikan panggung gembira. Seliu yang cenderung sepi saat malam menjadi ramai karena kegiatan ini. Penduduk terkonsentrasi menyaksikan peserta beraksi di panggung gembira. Lomba karaoke dan joget ini merupakan bentuk kerjasama yang baik antara warga dengan tim BBL-11.

Tim Voli BBL-11

Yang tak kalah seru adalah pertandingan voli, baik untuk putra maupun putri yang digelar setiap sore di Lapangan Voli Pulau Seliu. Tentu saja Tim KKN BBL-11 turut berpartisipasi dalam pertandingan ini. Dua tim putra dan satu tim putri kami kirimkan sebagai perwakilan. Namun, karena pada dasarnya kami bukan atlet voli, maka hampir bisa dipastikan kami akan kalah pada setiap pertandingan, dan itu justru menjadi hiburan tersendiri bagi kami hahah. Ya, warga Seliu memang jago bermain voli sehingga bisa dengan mudahnya mengalahkan kami. Apalagi tim voli putri yang seringkali harus menanggung kekalahan dengan skor yang sangat signifikan hahaha. Tapi, bagi Tim BBL-11, voli di Seliu bukan persoalan kalah dan menang, toh keduanya juga membuat kami merasa senang. Voli di Seliu merupakan salah satu cara kami menjalin kekeluargaan dengan warga. Sambil menunggu waktu bertanding atau sambil menyaksikan kawan berlaga, kami sering bercengkrama dengan anak-anak Seliu, atau juga jajan pempek sambil ngobrol dengan warga. Ketika senja datang, kami pun pulang. Berjalan kaki dari lapangan voli menuju pondokan sambil tertawa membahas pertandingan yang telah dilalui dan berbagi es dengan kawan. Atau kalau ada warga yang jok belakang motornya kosong, mereka akan dengan ramah menawarkan untuk membonceng beberapa dari kami. Sungguh menyenangkan.
Tim voli putra BBL-11 vs Tim Voli Putra SMP N 4 Membalong.
Fotografer: Yurika Gunawan


Tim voli putri BBL-11
Fotografer: Yurika Gunawan




Upacara di Padang Bol dan Paskibraka Istana Negara

Seperti daerah-daerah lain di Indonesia, Seliu juga melaksanakan upacara bendera dalam rangka memperingati HUT ke-70 RI. Hari itu adalah hari besar kedua yang dialami Tim BBL-11 setelah perayaan Idul fitri di tanah rantau. Kami bangun pagi buta agar bisa antri mandi dan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Pondokan putri sudah ramai sejak sebelum subuh, maklumlah namanya juga wanita kami sibuk mempersiapkan penampilan terbaik untuk menyambut hari istimewa itu. Seluruh anggota tim menjadi petugas upacara, ada yang menjadi komandan upacara, komandan peleton, pengibar bendera, petugas paduan suara bersama tim paduan suara SMP N 4 Membalong, dan petugas P3K.


Upacara peringatan HUT ke-70 Republik Indonesia di Padang Bol, Pulau Seliu
Fotografer: Gregorius Oktaviano
Anggota tim BBL-11 bersama warga dan anak-anak Pulau Seliu.
Anggota Tim BBL-11 bersama anak-anak Pulau Seliu.
Fotografer: Yurika Gunawan

Upacara pagi itu berlangsung khidmat. Seluruh elemen masyarakat hadir dalam upacara yang diselenggarakan di Lapangan Padang Bol, Pulau Seliu. Siswa SD hingga SMP, guru-guru, karang taruna, perangkat desa, perwakilan warga dan kami Tim KKN BBL-11 turut serta mengikuti upacara yang dipimpin Kepala Desa Seliu, Bapak Edyar. Hari spesial tak kami sia-siakan begitu saja, tentu saja berfoto bersama selepas KKN merupakan hal wajib bagi kami. Baik berfoto dengan sesame kawan KKN, dengan pemuda, dengan anak-anak, bahkan dengan Pak Kades. Hari itu yang ada hanya bahagia, dan kebahagiaan itu saya lihat dari tawa yang terukir di wajah-wajah orang yang hadir. Spirit kemerdekaan begitu terasa di pulau kecil ini.

Lalu, ingatan saya menuju pada rumah. Dahulu, selepas upacara di sekolah, saya sering menyaksikan upacara peringatan hari kemerdekaan RI yang digelar di Istana Negara. Acara yang ditayangkan seruh stasiun televise nasional. Saya merasa prihatin, ketika menyadari bahwa karena terbatasnya akses listrik, anak-anak disini jadi tidak dapat menyaksikan upacara yang dipimpin Presiden itu. Ya, Neiza, Yansa, Neila, Ridho, Sulton, Bagus, dll tidak bisa menyaksikan putra-putri terbaik bangsa ini berbaris rapi sebagai Petugas Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka). Mereka pun sama sekali tak tau tentang acara itu ketika saya Tanya. Padahal dulu saya senang sekali menyaksikan upacar di Istana Negara ada rasa bahagia dan semangat tersendiri kala itu yang saya rasa anak-anak disini pasti juga bahagia bila dapat menontonnya. Hhh, 70 tahun merdeka dan listrik belum 24jam di Seliu… Ah, tapi saya mencoba mengambil sisi positifnya. ra Anak-anak Seliu justru bisa bertemu dan bermain bersama selepas upacara di Padang Bol, sambil menyaksikan orang dewasa mempersiapkan aneka property untuk perlombaan nanti sore. Mereka jadi memiliki lebih banyak waktu untuk bercengkarama seraya bertatap muka daripada sekedar menyaksikan televisi di rumah masing-masing.

Tujuh belas Agustus tahun 2015, selepas dzuhur, Padang Bol Pulau Seliu kembali ramai didatangi warga. Ya, hari ini aneka perlombaan digelar. Ada panjat pinang, Tarik tambang, balap karung, dsb. Kami, Tim BBL-11 turut menyaksikan dan berpartisipasi dalam lomba sore itu. Seru sekali tak habis rasanya kebahagiaan menyaksikan orang dewasa mempersiapkan aneka property untuk perlombaan nanti sore. Mereka jadi memiliki lebih banyak waktu untuk bercengkarama seraya bertatap muka daripada sekedar menyaksikan televisi di rumah masing-masing.
Anggotta tim BBL-11 dalam lomba balap karung.
Fotografer: Gregorius Oktaviano
Anggota tim BBL-11 bersama warga dalam lomba tarik tambang.
Fotografer: Gregorius Oktaviano

Lomba panjat pinang di Dermaga Pulau Seliu.
Fotografer: Gregorius Oktaviano

Tujuh belas Agustus tahun 2015, selepas dzuhur, Padang Bol Pulau Seliu kembali ramai didatangi warga. Ya, hari ini aneka perlombaan digelar. Ada panjat pinang, Tarik tambang, balap karung, dsb. Kami, Tim BBL-11 turut menyaksikan dan berpartisipasi dalam lomba sore itu. Seru sekali tak habis rasanya kebahagiaan yang dianugerahkan Allah SWT sedari pagi. Begitu antusias warga datang ke arena perlombaan, untuk sekedar menyaksikan putra-putri mereka atau turut bermain.



Bagi warga Seliu, bulan Agustus adalah ladangnya hiburan, bulan dimana banyak kegiatan dilaksanakan. Tentu saja suatu hal yang tak bisa dengan mudah mereka dapatkan di bulan-bulan lainnya. Bahkan, seorang pemuda asli bernama Mula menuturkan, kalau bukan Agustus, Seliu cenderung sepi. Di Seliu, Agustus selalu istimewa. Di Seliu, kemerdekaan Republik Indonesia selalu disambut dan dinanti kedatangannya, meskipun di tengah keterbatasan fasilitas yang dialami warganya. Dan Agustus tahun ini pun istimewa bagi kami, Tim BBL-11, tentu saja tak lain adalah karena kami merayakannya bersama orang-orang istimewa, di tanah istimewa, Pulau Seliu. 

Dirgahayu Kemerdekaan ke-70 Republik Indonesia semoga pembangunan lekas merata dan jangan berhenti berkarya mengisi kemerdekaan kita.
November 16, 2015 No comments
Dua bulan. Rentang waktu itu dikatakan lambat atau cepat adalah tergantung bagaimana kita menjalaninya, tergantung bagaimana kita memaknainya. Dua bulan di tanah rantau dalam rangka KKN adalah waktu yang cukup lama. Saya rasa semua sama, enam ribu mahasiswa yang berangkat KKN antar-semester tahun 2015 ini pasti memiliki begitu banyak cerita yang ingin diungkapkan. Karena itulah, tulisan kali ini cukup panjang, namun tetap hanya secuil dari sekian banyak kisah yang ingin dituliskan selama enam puluh hari mengabdi.



Universitas Gadjah Mada adalah perguruan tinggi yang merintis adanya KKN yang kemudian diikuti oleh perguruan tinggi lain baik negeri maupun swasta. Awalnya KKN UGM dilselenggarakan di sekitar kampus, seperti di Jogja, Klaten, Magelang, Kebumen, dan sekitarnya. Puluhan tahun berlalu, kini KKN UGM mulai menjangkau seluruh Nusantara, mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Mahasiswa diperkenankan memilih sendiri lokasi KKN atau dapat pula mengikuti plotting lokasi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Asal usul sebuah lokasi KKN-PPM UGM dapat karena ditentukan oleh LPPM, atau bisa juga lokasi tersebut mengajukan proposal ke LPPM agar dijadikan lokasi KKN. Program utama KKN pun beragam, ada pertanian, pariwisata, pengelolaan air, dan sebagainya. Tahun 2015 ini, LPPM memberangkatkan sekitar 6.000 mahasiswa ke kurang lebih 200 unit lokasi KKN di seluruh Indonesia...dan saya adalah salah satu pesertanya.

Satu Juli 2015 akan menjadi hari bersejarah bagi kami. Hari itu, secara resmi seluruh tim KKN diterjunkan ke lokasi masing-masing. Berangkat ke lokasi baru, tinggal bersama orang-orang baru, dan harus menyesuaikan diri di lingkungan baru. Tidak mudah tentu saja, saya rasa konflik demi konflik pasti ada di setiap tim. Maklumlah, setiap tim terdiri atas beberapa orang dengan latar belakang berbeda, dengan cara pikir yang berbeda-beda pula. Semua itu sekuat hati kami redam, demi program berjalan lancar, demi tim, demi nama baik almamater.

Meski kuliah kerja nyata mengharuskan menjalankan program-program yang tidak sedikit, namun KKN lebih dari itu. KKN bukan sekedar membuat plang penunjuk jalan lalu pulang, bukan sekedar sosialisasi-sosialisasi lalu pergi, bukan sekedar pelatihan-pelatihan lalu lepas tangan. KKN lebih dari itu. Setiap tim memang terdiri atas mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu, agar ilmu yang dibagikan pada masyarakat dapat lebih beragam. Tapi, alih-alih memberi ilmu, justru dari KKN kami mendapatkan begitu banyak ilmu.  Ya, kami memang memberikan apa yang kami tau, apa yang kami pelajari, tapi itu hanya sedikit sekali dibandingkan apa yang kami dapat. Dari KKN kami belajar tentang bermasyarakat, tentang berkomunikasi dengan anak kecil, tentang berbagai macam karakter orang, tentang toleransi, tentang memasak, bahkan mungkin lewat dua bulan yang tak akan terlupa itu kami jadi lebih mengenal diri sendiri.

Potret kebersamaan Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11 dengan para siswi SMP N 4 Membalong.

Selain semua itu, selain yang saya pelajari di tim dan lingkungan tempat KKN, saya merasa sangat bersyukur berada dalam salah satu dari ribuan mahasiswa KKN-PPM UGM yang tersebar di seluruh Nusantara. KKN membuat kami lebih mengenal Indonesia.  Saya KKN di Pulau Seliu, sebuah pulau kecil di Selatan Pulau Belitung, tapi saya memiliki teman-teman yang ber-KKN di tempat-tempat lain dan kami berada dalam satu chat group, entah WhatsApp atau Line. Teknologi benar-benar telah memudahkan komunikasi kami. Lewat chat group ini saya menyimak kisah dari kawan-kawan tentang kebiasaan dan kebudayaan di berbagai pelosok negeri. Tentang bagaimana sholat tarawih di Keciput, Belitung. Tentang bagaimana tadarusan di Mlandi, Wonosobo. Tentang bagaimana suasana Ramadhan di Tasikmalaya, Jawa Barat. Tentang seperti apa kain khas dari Alor, Nusa Tenggara Timur. Tentang seperti apa tarian khas dari Selaru, Maluku. Tentang perayaan Galungan di Gianyar, Bali. Tentang pesta rakyat di Kebonsari, Pacitan. Tentang Upacara Tujuh Belas Agustus di Hulu Sungai Selatan, Kalimantan. Tentang Lebaran di Entikong, Kalimantan. Banyaaak. Begitu banyak.

Sebuah artikel yang dimuat di harian Kedaulatan Rakyat edisi 02 Juli 2015.

KKN-PPM UGM tak hanya membuat mahasiswa mengenal wilayah KKN masing-masing, tapi juga mengenal Indonesia sedikit lebih dekat. Dari cerita-cerita sesama kawan baik selama maupun sepulang KKN. Bagi saya, saya jadi lebih mengetahui lokasi-lokasi yang bahkan belum pernah saya dengar namanya, lengkap dengan gambaran kondisi sosial. Gambaran bentang alam Indonesia pun kami ketahui lewat foto KKN dari kawan-kawan. Indahnya Kepulauan Raja Ampat di Papua Barat. Pegunungan Latimojong di Bantaeng, Sulawesi Selatan. Sejuknya pagi lereng Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur. Senja di Kaimana, Papua Barat. Begitu indahnya Indonesia.

Namun, KKN juga membuat kami lebih membuka mata, bahwa di balik menawannya Indonesia ada banyak masalah yang masih harus diselesaikan. Bahwa masih ada daerah yang sulit dijangkau karena terbatasnya infrastruktur jalan. Bahwa masih ada daerah yang belum dua puluh empat jam dapat mengakses listrik. Bahwa masih ada masyarakat yang harus menempuh perjalanan begitu jauhnya untuk mendapat pertolongan medis, itupun dengan alat kesehatan yang terbatas. Bahwa masih ada anak-anak yang putus sekolah. Suatu kenyataan pahit yang nantinya harus diatasi oleh generasi penerus bangsa seperti kami.

KKN benar-benar telah mengajarkan banyak hal. Ia tak hanya suatu hal yang harus ditempuh sebagai syarat akademik. Ia adalah perjalanan, tak hanya raga tapi juga memperjalankan jiwa. Ia membawa kita pada pengalaman-pengalaman yang berharga. Ia memberi kita kisah-kisah yang akan kita kenang sepanjang masa. Ia menunjukkan potret negeri ini selangkah lebih dekat. Ia membuat kami lebih mencintai Indonesia. Semoga apa yang didapatkan selama dua bulan KKN menjadi pemicu semangat untuk terus berkarya, berkontribusi untuk Ibu Pertiwi. Seperti jargon yang dulu kami teriakkan di Lapangan Graha Sabha Pramana ketika Ospek mahasiswa baru:
Pancasila Jiwa Kami, Bakti untuk Negeri, UGM Bersatu, Bangkitlah Nusantaraku!!!


Perpustakaan Fisipol UGM, Yogyakarta
12 Oktober 2015


October 12, 2015 2 comments
"Sebuah kisah perjalanan 30 mahasiswa dalam pencariannya tentang arti sebuah pengabdian di negeri Liu-liu."
Sungguh, sebuah pengalaman yang sangat berharga telah kami lalui.
Biarkan tawa kegembiraan dan kesedihan yang tergambar di buku ini menjadi saksi bahwa kami pernah berproses di Pulau seribu cinta, Seliu.
Terimakasih untuk semuanya.
Terimakasih telah menjadi bagian dari cerita indah ini."
Vempi Satriya, JTSL FT UGM 2012 (Kormanit BBL-11)


Dua bulan di mengabdi di tanah rantau sungguh memberi kami, mahasiswa KKN-PPM UGM 2015 Unit BBL-11, begitu banyak pengalaman berharga yang sayang sekali jika kami nikmati sendiri. Maka dari itu, kami  menulis agar bisa berbagi kepada kawan semua tentang indahnya Pulau Seliu, Belitung. 
Setelah tulisan tentang hangatnya kebersamaan antara Tim BBL-11 dengan siswa-siswi SMP N 4 Membalong dimuat pada harian Pos Belitung edisi 26 Agustus 2015. Setelah segores cerita tentang indahnya wisata di Pulau Seliu dimuat di e-magazine Travelnatic edisi 12 tahun 2015. Setelah berbagai cerita kami diunggah dalam website resmi Seliu, www.seliuindonesia.com. Kini, terbitlah sebuah buku berjudul “Surga di Negeri Liu-Liu” yang berisi tulisan Tim BBL-11 tentang pengalaman kami selama dua bulan di Pulau Seliu.
Jika teman-teman berminat untuk memiliki buku ini,
mention saja ke official twitter kami @PulauSeliu :)

Terimakasih. Semoga bermanfaat :)
Salam hangat,

Tim KKN-PPM UGM 2015 Unit BBL-11
October 12, 2015 No comments
Kuliah Kerja Nyata,
sebuah kegiatan wajib berbobot 3 SKS yang tidak akan pernah terlupa.

Official cocard KKN-PPM UGM 2015 at SMP N 4 Membalong.

Semua ini berawal dari kemunculan grup Facebook yang membahas KKN. Saat itu masih awal semester enam, seorang teman mengundang saya untuk bergabung dalam grup "Komunitas Bincang KKN UGM 2014/2015". Saya pun bergabung dalam yang ternyata berisi mayoritas mahasiswa angkatan 2012 yang dijadwalkan KKN antarsemester enam dan tujuh. Banyak posting yang berisi ajakan untuk membentuk Tim KKN, bahkan membuka open recruitment untuk masuk dalam tim yang sudah ada. Grup itu sempat 'menghebohkan' dan saya sendiri merasa aneh, "Itu grup resmi apa enggak yaa? Kalo iya, kenapa tidak ada pemberitahuan resmi dari pihak universitas tentang pembentukan Tim KKN?" pikir saya dalam hati. Cari aman, saya pun iseng menyetorkan nama dan nomor hape melalui kolom komentar di beberapa postingan. Ternyata, (meskipun tetap saja rasanya aneh) grup itu memang resmi dan mahasiswa dipersilakan membuat Tim KKN sendiri. Jadilah, saya mulai ikut berburu Tim KKN.

Perjuangan Mencari Tim KKN

Saya dan sahabat saya, Hani berencana untuk KKN bersama. Kami maunya satu paket, tidak terpisahkan. Bukannya sok geng atau apa, tapi hidup dua bulan alangkah lebih aman jika bersama setidaknya satu orang yang sudah dikenal bukan? Kami pun mendaftar KKN di beberapa tempat di luar Jawa. Ya, kami ingin merasakan hidup di luar Jawa. Banyak sekali tempat yang coba kami masuki, mulai dari Sabang, Karo, Anambas, Belitung, Berau, Sanggau, Bantaeng, Gorontalo hingga yang masih di Pulau Jawa yakni Garut. Dan taukah kaliah? Mencari Tim KKN tidaklah mudah. Apalagi jika dalam open recruitmen kebanyakan sudah mencantumkan kalimat "Diutamakan dari klaster AGRO dan MEDIKA." . Hal itu dikarenakan banyak tema KKN adalah tentang pertanian. Yaah, apalah daya saya yang berasal dari klaster SOSHUM dan Hani yang berasal dari TEKNIKA. Hal itu sempat memunculkan kritik, yaa bukankah KKN harusnya lintas klaster? Bukankah klaster SOSHUM juga punya kesempatan buat KKN? Hehe :B
Nah, lebih susah lagi ketika syarat yang diminta adalah "Laki-laki". Yaa, mengingat jumlah laki-laki di kampus ini lebih sedikit dari perempuan dan KKN kemungkinan kerja berat sangatlah besar, jadilah kaum Adam diburu para tim pengusul. Hhhh...apa saya dan Hani harus ganti jenis kelamin biar dapet Tim KKN?

Semester enam sudah berjalan tiga bulan, dan kami belum mendapat kelompok KKN. Kami berkali-kali ditolak. Kadang juga, saya diterima tapi Hani ditolak, atau sebaliknya. Padahal kami bersikeras untuk satu paket. Sebelum akhirnya pasrah pada plotting lokasi oleh LPPM, kami mendapat tawaran dari teman untuk mencoba mengirim CV ke e-mail KKN Belitung. CV terkirim~ tinggal menunggu respon tim pengusul. Beberapa hari kemudian, Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit) tim tersebut menghubungi kami, menanyakan bagaimana apabila mereka hanya bisa menerima salah satu dari kami? Akhirnya, saya dan Hani memutuskan untuk merelakan jika kami harus berpisah. Tapi, kami masih terus berdoa agar bisa satu lokasi hehe. Lalu, pada suatu malam kami mendapat SMS bahwa saya dan Hani sama-sama diterima di Tim KKN Belitung tersebut. Alhamdulillahirabbil'alamin, bahagia sekali rasanya :')


Menemukan Keluarga Baru

Jadilah, saya tergabung di Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11 Desa Pulau Seliu, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung. Sekitar Januari 2015, saya dan Hani mulai terlibat dalam perjuangan tim ini untuk dapat sampai dan hidup dua bulan di pulau kecil di sebelah selatan Belitung yang bahkan baru saya dengar namanya, yaitu Pulau Seliu. Banyak yang harus dipersiapkan, mulai dari transportasi, rancangan program, konsumsi, logistik, dsb. Belum lagi kami harus mengakrabkan diri dengan sesama anggota tim. Berkali-kali rapat dan belum pernah sekalipun bisa lengkap tiga puluh orang yang hadir. Makrab pra-KKN di rumah Dida pun belum bisa full-team :') Bahkan, keberangkatan kami terpisah. Mayoritas anggota tim berangkat pada tanggal 29 Juni 2015 dari KPFT UGM menggunakan bus menuju Jakarta, dan beberapa orang lainnya baru bertemu di Jakarta. Barulah, kami bertemu lengkap tiga puluh orang ketika di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta.

Peta kepulauan Belitung dan lokasi KKN kami.


Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11 di Bandara Soekarno-Hatta,
menjelang keberangkatan.

Tidak akan pernah terlupa, 30 Juni 2015. Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11 meninggalkan Pulau Jawa menuju Bandara Sultan Hanandjoeddin, Tanjung Pandang, Belitung. Menempuh perjalanan darat sekitar tiga jam untuk sampai di Teluk Gembira, kemudian menyeberang selama kurang lebih tiga puluh menit menuju tempat pengabdian kami selama dua bulan, Pulau Seliu. Pukul 15.00 kami tiba di pulau kecil berpenduduk sekitar 1.200 jiwa itu. Disini kami akan belajar bermasyarakat dan belajar banyak hal. Seperti yang dikatakan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) kami, kurang lebih beliau pernah mengatakan bahwa daripada memberi ilmu yang kalian dapat di kampus, kalian akan lebih banyak belajar ilmu kehidupan selama KKN.

Pertama kalinya saya naik pesawat hehehe :B

Hani dan saya,
pasca landing di Bandara Sultan Hanandjoeddin, Tanjung Pandan.

Penyambutan lima unit Tim KKN-PPM UGM oleh Wakil Bupati Belitung.
= baca berita disini =


Kini, sekembalinya dari Seliu setelah tepat dua bulan berada disana,
saya merasa sangat bersyukur berada di tim ini. 
Mengenal orang-orang ini adalah anugerah.
Masing-masing anggota tim punya cerita tersendiri perihal 'perburuan tim KKN' sebelum akhirnya bersatu di KKN Seliu. 
Kami berasal dari berbagai daerah, dari berbagai jurusan
tapi kami satu keluarga, Tim BBL-11. 
Canda, tawa, bahagia bersama mereka. 
Sesekali konflik ada, tapi saya tau masing-masing berusaha menekan ego mereka
demi tim. Masak dan makan bersama bahkan tidur berdampingan. 
Saling mem-bully tapi juga saling curhat satu sama lain. 
Allah Maha Baik menempatkan saya bersama Tim KKN-PPM UGM Unit BBL-11 ini. Terimakasih untuk dua bulan yang mengesankan :')

Saya jadi teringat, sebelum berangkat KKN ketika rapat Sub-Program 1 di salah satu gedung Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, Kormanit BBL-11 pernah berkata pada saya dengan bercanda, "Kamu bersama orang-orang yang tepat, Rul." Hahah. Iya, Vempi benar. Saya bersama orang-orang yang tepat, tak hanya itu...tapi juga di waktu yang tepat.

Ruang tamu rumah, 01.30 WIB
Magelang | 12 September 2015
September 12, 2015 3 comments
Selama dua bulan tinggal di tanah rantau, ada tempat favorit yang sering saya kunjungi. Ialah dermaga Pulau Seliu, atau masyarakat setempat biasa menyebutnya pangkalan. Tempat kapal-kapal nelayan datang dan pergi, dilengkapi warung-warung kecil yang digunakan orang-orang untuk berkelakar atau main gaple sambil menikmati segelas kopi. Dermaga adalah tempat yang saya datangi ketika siang terik, saya sering menikmati segelas es cincau sambil memandangi aktivitas di dermaga. Dermaga juga saya kunjungi ketika sore cerah untuk menyaksikan sang surya kembali ke paraduannya. Dermaga menjadi tempat favorit para pencari sinyal, sekedar untuk telepon memberi kabar pada keluarga di rumah atau browsing materi. Lebih dari semua itu, bagi saya dermaga adalah tempat untuk sejenak melapaskan diri dari kepenatan di pondokan dan tempat saya mendapatkan quality time, baik bersama warga, pemuda, maupun teman-teman KKN. Ya, deep conversation banyak terjadi di dermaga :')

Sebagai sebuah tempat yang saya datangi hampir setiap hari, bahkan tak jarang baru pulang jam satu dini hari, tentu ada kejadian tak terlupa yang saya alami di dermaga. Saya akan bercerita dua diantaranya.

Kursi di Dermaga Pulau Seliu
Foto oleh: Gregorius Oktaviano, Tim KKN Unit BBL-11

Yang pertama adalah tentang kursi itu. Suatu malam menjelang pagi, sebuah keputusan pernah diambil di kursi itu. Saya duduk di kursi sebelah kiri, saat itu saya dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit. Lama saya duduk mempertimbangkan pilihan, ditemani segelas Coffeemix panas yang kian menjadi dingin. Boleh dibilang itu adalah malam tergalau saya di Seliu haha. Akhirnya, pilihan pun harus ditentukan. Disaksikan dermaga Pulau Seliu, sebuah keputusan telah diambil. Saya tidak boleh menyesalinya. Malam itu, saya tak segera pulang ke pondokan, saya sholat isya' di masjid yang sudah menjadi sepi sambil sejenak menenangkan diri. Sekembalinya ke pondokan, saya tak bisa tidur sampai pagi. Ya, berat sekali rasanya. Seperti itulah, kadang kita mengabaikan perasaan kita sendiri karena terlalu memikirkan perasaan orang lain yang bahkan mungkin tak peduli pada keberadaan kita di dunia ini. Sometimes, life can be so silly.

Yang kedua adalah tentang malam terakhir saya di Seliu. Saat-saat terakhir seperti itu, tentu saja saya menyempatkan diri mengunjungi dermaga di sela-sela ribetnya packing. Malam itu bulan sedang pada kondisi terbaiknya, purnama. Jenis malam-malam yang indah untuk dinikmati, sekaligus musim yang dibenci nelayan karena ombaknya yang besar. Ini adalah purnama ketiga kami di Seliu. Bulan tampak bulat sempurna di tengah pekatnya langit. Lampu-lampu redup di Seliu membuat bulan begitu terang. Cahaya keperakan jatuh di laut menimbulkan bayangan bulan yang berbentuk seperti jalan. Mangata, demikian bayangan perak itu biasa disebut. Saya berjalan dari gapura Desa Pulau Seliu hingga ujung dermaga. Mendekat pada perahu-perahu besar nelayan Jawa yang tengah singgah. Sepanjang perjalanan, pandangan saya ke arah timur, pada purnama dan mangata. Lalu saya mengunjungi warung Pak Kades untuk terakhir kalinya. Memesan kopi dan men-jamin atau mentraktir beberapa orang pemuda, Mula, Migra, dan Toto. Segelas kopi adalah lamanya kami habiskan waktu malam itu. Tak lama, karena saya harus segera pulang ke pondokan, melanjutkan packing yang belum selesai.

Itulah malam terakhir saya di dermaga, sekaligus malam terakhir si Seliu. Indah. Capture the moment? Of course, bukan dengan kamera handphone atau dengan kamera canggihnya Bang Greg, cukup dengan mata yang merekam setiap detail peristiwa. Purnama, mangata, dan kelakar di warung. Ada kekalutan dalam benak saya, menyadari bahwa esok pagi harus meninggalkan Seliu tercinta. Sekaligus rasa rindu pada keluarga. Campur aduk. Entahlah, sulit dideskripsikan perasaan saya malam itu.

Dermaga Pulau Seliu akan selalu mendapat tempat di hati saya. Kenangan-kenangannya tak akan bisa terlupa. Suara debur ombak dan desir angin di dermaga akan senantiasa terngiang dalam benak sampai akhir hayat. Juga pemandangan purnama ketiga saya di dermaga Seliu yang masih tampak indah terlihat kala saya memejamkan mata. Suatu saat semoga diberi kesempatan untuk kembali kesana, saat itu akankah suasana dermaga masih sama?

Tepat seminggu setelah kepulangan, pada kenyataan
Magelang | 7 September 2015
September 08, 2015 No comments
Akhir-akhir ini banyak orang yang mendadak "mencintai alam". Bukan, bukan karena do something yang kemudian berefek pada penyelematan lingkungan, dsb tapi lebih diidentikkan dengan melakukan kegiatan “mendaki gunung”. Yaa, tiba-tiba saja banyak sekali orang yang mendaki gunung. Hipotesis saya, hal itu terjadi mungkin karena efek film 5 cm yang diputar di bioskop-bioskop sekitar tahun 2013 lalu. Padahal dari film itu ditemukan beberapa kejanggalan (Baca: Kritik Film 5 cm) Saya mungkin salah satu diantara yang terjebak euforia 5 cm hehe.
Picture from Google

Saya bukan pendaki gunung. Meskipun saya sangat tertarik dengan hobi itu sejak tahun 2009, tapi saat itu ibu tidak mengizinkan saya ikut Glacial (Gladiool Pecinta Alam, organisasi pecinta alam di SMA saya). Tahun 2010 saya minta izin ke Ibu lagi untuk ikut Glacial, tapi lagi-lagi Ibu tidak mengizinkan. Saya pun bergabung dengan organisasi jurnalistik di sekolah, namanya Sibema. Nah, di Sibema kami sering mendapat surat untuk meliput acara organisasi lain. Saya ditawari tugas meliput acara rutin Glacial yang bernama Pepat (Pendakian Awal Tahun) yang berarti saya harus turut dalam pendakian tersebut. Dua kali penawaran untuk meliput dua kali Pepat, tapi lagi dan lagi Ibu tidak mengizinkan. Ketika kuliah, akhirnya Ibu mengizinkan saya bergabung dengan organisasi pecinta alam jurusan, Kapilawastu. Tapi karena suatu hal saya memtuskan resign. Meski begitu atas seizin Ibu saya akhirnya diperbolehkan mendaki gunung bersama teman-teman saya yang sudah lebih berpengalaman. Yaa intinya saya bukan pendaki gunung. Saya cuma pernah naik gunung dan saya ingin berbagi sesuatu.


Related post: Kunanti Restumu, Ibu! (Sebuah tulisan yang masa SMA)

Pernah nonton film lama yang berjudul Vertical Limit? Bagi saya, ada pesan menarik yang disampaikan melalui adegan pembuka film. Dimana sekelompok pemanjat tebing jatuh bahkan beberapa tewas karena kelalaian salah seorang dari mereka. Ya, digambarkan ada seorang pemanjat amatir yang "sok-sok'an", dia hanya memasang satu penambat pada tebing padahal pendaki profesional memasang dua bahkan tiga penambat demi keamanan. Nah, malang bagi si pendaki amatir ketika satu-satunya penambat yang dipasang lepas, ia pun terjatuh. Akibatnya ia menyeret pendaki lain yang berada paralel dalam satu tali dengannya terjatuh, bahkan beberapa tewas. Dari situ saya belajar bahwa dalam melakukan "penjelajahan alam" kita tidak boleh merasa sok bisa dan kita seharusnya mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Baiklah, tulisan ini tidak akan mereview lebih jauh tentang film Vertical Limit. Saya hanya ingin sedikit berbagi semampu saya tentang suatu hal.
Beberapa waktu lalu, guru SMA saya yang tak lain adalah Pembina Glacial menulis status di Facebook, demikian:


Apa yang diucapkan Pak Tatak ada benarnya juga. Saat ini banyak yang mendaki gunung tanpa mementingkan keselamatan dan kurang persiapan. Saya sendiri punya prinsip-prinsip dalam mendaki gunung. Paling tidak prinsip ini adalah pegangan buat saya sendiri, tapi di sini saya ingin berbagi siapa tau kalian juga ingin melakukan hal yang sama hehe. Prinsip-prinsip itu adalah:

Never hike alone

Saya pernah membaca sebuah cerita di bukunya Andi F. Noya yang menceritakan kehidupan penyelam. Ada kata menarik yang ditulis penyelam yang diundang Andy dalam talkshow yang dibawakannya, yaitu bahwa prinsip dasar meyelam adalah Never dive alone! Senada dengan itu, saya memutuskan untuk never hike alone. Selain demi keselamatan biar kalau ada apa-apa bisa saling membantu, bagi saya mendaki juga tentang berbagi bersama kawan-kawan, quality time bersama mereka. Meskipun saya pernah menjumpai orang yang mendaki sendirian, mereka pasti juga punya alasan tersendiri untuk itu kan? Tapi kalo saya, mendaki jangan sendiri.


Persiapan fisik sebelum mendaki

Mendaki gunung membutuhkan kondisi fisik yang prima. Karena kita akan berjalan ber-jam-jam dengan membawa ransel besar di punggung dan menghadapi suhu yang lebih rendah daripada biasanya. Karenanya, menurut saya pendaki harus benar-benar dalam keadaan sehat dan sudah latihan fisik seperti lari, push-up, sit-up, dll beberapa hari sebelum pendakian agar nanti badannya nggak "kaget". Apalagi buat orang yang jarang olahraga kayak saya hehe. Ibu saya selalu bilang "Latihan fisik yang bener biar nggak ngerepotin temen-temenmu di gunung nanti." Well-said. Mom! :* Katakanlah leader saya menyarankan latihan fisik tujuh hari sebelum pendakian, saya akan menambah latihan jadi sepuluh atau bahkan dua minggu sebelum hari-H biar lebih mantap aja heheh. Menurut saya latihan nggak perlu ngoyo asal ajeg, karena kalo ngoyo bisa-bisa malah sakit menjelang pendakian.

Sedikit cerita, saya punya teman pendaki. Suatu kali, ia naik Lawu tanpa persiapan fisik sama sekali. Ketika naik dia baik-baik saja. Namun ketika turun, sejak dari Hargo Dumilah hingga basecamp kakinya terus menerus kram. Ia kesulitan berjalan, bahkan carrier-nya pun dibawakan salah seorang temannya. Itulah salah satu contoh akibat kalau mendaki tanpa persiapan fisik yang matang.

Bawa bekal yang cukup

Bekal disini nggak cuma bekal makanan, tapi juga obat-obatan, dan pakaian. Ingatlah di gunung itu... we only own what we can carry. Yaa cuma yang bisa kita bawa itu lah yang kita punya. Perhitungkanlah dengan baik makanan, obat, dan pakaian yang bakal kita butuhkan selama pendakian. Sebisa mungkin jangan sampai kurang dan jangan terlalu kelebihan karena akan memberatkan. Jangan mengandalkan orang lain, "Ah nanti minta temen pasti ada yang bawa." Menurutku, jangan punya pikiran kayak gitu. Kita harus mandiri dan modal dikitlah haha. Kalo ada hal buruk terjadi, misal tersesat sendirian, kita cuma bisa survive dengan bekal yang kita bawa kan sembari menunggu penyelamat datang. So, usahakan bekal yang kita bawa cukup.

Packing tips.
Pernah suatu kali saya membawa bekal air dua liter, padahal leader menyarankan untuk membawa tiga liter. Saya orangnya emang nggak terlalu banyak minum. Bekal minum saya selalu sisa, jadi saya pikir dua liter cukup untuk pendakian itu. Ketika leader pendakian mengetahui saya hanya membawa air segitu, dia galak memarahi saya dan menyuruh saya membeli air lagi. Saya pun menuruti karena saya takut terjadi apa-apa hehe.

Use the proper equipments

Ini juga sangat penting, alat-alat kelompok maupun individu yang hendak dibawa mendaki harus dicek, pastikan semuanya dalam keadaan baik. Persiapkan semuanya sebaik-baiknya karena di gunung nggak kayak di rumah hehe. Perkirakan alat apa saja yang bakal dibutuhkan. Tenda misalnya, menurut saya ini termasuk peralatan standar yang harus dibawa. Apalagi saya amatir. Entah nanti tenda akan dipakai atau tidak, bagi saya ini tetap penting. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi di atas. Tapi paling tidak, kita sudah mempersiapkan.  "Kalau misal ada kawan yang sakit dan harus istirahat sejenak, mau gimana kalo nggak bawa tenda? Tegakah dititipkan ke tenda pendaki lain? Kalau aku kok rasanya kurang nyaman. Nggak enak sama kawan sendiri. Nggak enak sama pendaki lain juga." Demikian seorang pendaki pernah berkata kepada saya. Meskipun ada pendaki yang naik lalu sampai puncak turun lagi, tanpa nge-camp kalau pemikiran saya tenda tetap perlu dibawa demi alasan keselamatan. Alas kaki yang nyaman dan nggak licin juga penting diperhatikan karena mendaki itu aktivitas utama kita jalan kaki, jadi butuh sepatu yang well. Begitu juga alat-alat lainnya.

Peluit dari ibuk di pergelangan tangan saya

Mmm tahukah kalian? Ibu saya selalu membekali saya dengan peluit pada gelang ketika saya hendak mendaki gunung, agar jika saya terpisah dari teman-teman saya bisa memberi kode dengan peluit itu. Ibu saya memang kadang alay dalam melindungi saya, tapi apa yang dilakukan Ibu ada benarnya juga kan? Hal kecil yang bisa bermanfaat besar :')

Jangan lupakan kewajiban kepada Tuhan

Mendaki gunung mestinya adalah sarana kita menyaksikan "karya" Tuhan, mendekat pada-Nya. Makanya jangan sampai justru membuat kita lalai pada kewajiban kita. Saya sebagai umat Islam, tentu saja Sholat yang saya maksudkan disini. Menurut saya, pendaki juga jangan lupa sholat. Kita harus membekali diri dengan pengetahuan yang cukup tentang cara bersuci dan sholat di tempat sepeti itu, menurut saya hal tersebut tidak bisa disepelekan. Selain itu juga jangan lupa berdoa. Ibu saya selalu berpesan agar jangan terlalu asyik kalau tengah berada di gunung, doa-doa harus selalu dipanjatkan. Karena "tidak ada daya dan upaya kecuali atas izin Allah SWT."

Picture from Google.
Lagi-lagi sedikit cerita, suatu hari pernah ada rencana mendaki hari Kamis lalu turun hari Jumat sebelum sholat Jumat. Tapi, saya menolak jadwal tersebut. Memang kalau sesuai rundown kami bakal sampai basecamp lagi sekitar satu jam sebelum Sholat Jumat. Tapi, saya khawatir pada praktiknya kami akan finish satu atau dua jam dari yang diperkirakan yang mengakibatkan kaum lelaki jadi bolos sholat Jumat. Saya menolak jadwal tersebut dan mengsulkan hari lain agar jangan sampai mendaki jadi alasan buat bolos sholat Jumat. Bukannya sok alim atau gimana, saya ggak cuma takut Allah 'marah' dan terjadi sesuatu yang nggak diinginkan. Who knows, kan?

Knowledge

Menurut saya mendaki gunung pasti ada ilmunya. Ada baiknya kita tanya-tanya dulu ke orang yang lebih berengalaman tentang tips mendaki atau browsing dari internet. Pengetahuan tentang gunung yang akan didaki juga penting agar kita ada gambaran disana kayak apa baik kondisi alam maupun rutenya. Selain itu yang nggak kalah penting adalah membekali diri dengan pengetahuan tata cara survival dasar dan P3K dasar buat jaga-jaga. Browsing aja di google banyak atau tanya ke anak kesehatan atau baca buku. Jangan mengandalkan orang lain melakukan P3K buat kita hehe. Kalo posisi kita yang harus nolong temen kita dan kita nggak bisa apa-apa kan nyesel banget.

Sopan Santun

Mendaki gunung juga butuh sikap-sikap yang baik. Sopan santun ke sesama pendaki harus dijaga. Jangan berkata kotor dan jangan ngeluh. Sopan santun ke alam pun harus ada.

These three rules are a must: 
Take nothing but picture, 
left nothing but footprint, and 
kill nothing but time. 
Jangan ngerusak alam, jangan vandal, dan jangan nyampah. Trus juga perlu diingat, kita hidup berdampingan sama makhluk-makhluk ciptaan Allah baik yang seen maupun unseen.(You know what i mean lah yaa). Jadi sopan santun tetep perlu diajaga jangan sampai mengganggu makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Dan jangan sombong sok-sok bisa, dll. Ingat selalu kita begitu kecil di hadapan-Nya :)

Izin

Perkara izin juga nggak kalah penting, izin sama orang tua terutama. Saya sendiri adalah orang yang sangat percaya dengan the power of doa ibu hehe. Bagi saya perjalanan kemanapun harus diiringi restu dan doa orang tua, kalo nggak saya takut kualat. Begitu pula dalam mendaki gunung, kalau Ibu nggak mengizinkan yaa saya nggak berangkat. Selain izin orang tua menurut saya kita juga harus lapor ke basecamp jangan main nyelonong aja apalagi nggak lewat jalur resmi, karena lagi-lagi kalau terjadi sesuatu pada kita bisa-bisa nggak ada orang yang tahu karena kita nggak izin ke basecamp. 


Another tips from survivalistalerts.com


So, restu orang tua, perizinan ke basecamp, dan jangan keluar jalur ini juga jadi hal yang nggak boleh dilewatkan.


Mmm...itu aja sih yang bisa saya bagi tentang mendaki gunung berdasarkan prinsip-prinsip pribadi. Bukannya negative thinking dengan apa yang akan terjadi di gunung, hanya saja kita perlu mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya. Karena persiapan adalah setengah keberhasilan. Stay positive, tapi jangan bodoh. Intinya dalam mendaki gunung everything should be well-prepared. Iya semuanya, hatinya, fisiknya, bekalnya, knowledge-nya. Saya memang bukan pendaki profesional, tapi semoga bermanfaat buat pembaca semua. Dari tulisan itu monggo diambil baiknya dan dihindari buruknya. Maaf kalau tulisan ini ada salah-salahnya :))

Mt. Lawu, September 27, 2014
Taken by Danny Saputra, Edited by Nurul Latifah

Selamat menaklukkan atap-atap bumi, kawan. Let's hike safely!! :)

Magelang, 19 April 2015
Terimakasih kepada para pendaki 
yang menginspirasi saya menulis ini
Terimaksih atas nasehat dan kisahnya

April 20, 2015 No comments
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me

Live in small and lovely town, Magelang. Enjoy making DIY project, especially hand-embroidery. Really love writing here, share some thoughts, experience, and everything that popping in my mind.

Follow Us

Blogger Perempuan

Blogger Perempuan

Popular Posts

  • [K-Drama] Queen Seondeok: Drama vs Realita
    The Great Queen Seondeok adalah sebuah drama yang dibuat berdasarkan sejarah tapi dengan menyisipkan tokoh dan cerita fiksi di dalamnya. T...
  • [K-Drama] Queen Seondeok: Kisah Cinta Deokman, Kim Yu Shin, dan Bidam
    Sebuah drama yang tanpa kisah percintaan sepertinya akan terasa hambar, sehambar hidup tanpa cinta mungkin #halah maka The Great Queen Seon...
  • Review Film 'A Taxi Driver': Peran Supir Taksi dalam Membangkitkan Demokrasi di Korea Selatan
    Mumpung masih bulan April dan masih konsisten sama postingan per-korea-an, saya mau menulis tentang A Taxi Driver . Sudah lama banget saya ...
  • [K-Drama] Tokoh Favorit dalam Drama "The Great Queen Seondeok"
    Nonton K-Drama berjudul  The Great Queen Seondeok (QSD)   telah membuat saya begitu excited atau apalah perasaan ini namanya, saya kurang ...
  • Jajan MakeUp yang Bikin Hepi
    Bulan Mei lalu, saya jajan tiga barang belanjaan yang bikin hepi. Ada eyeshadow, blush on , sama lipstick. Udah saya pake beberapa minggu, s...
  • [K-Drama] Ringkasan Drama The Great Queen Seondeok: Perjuangan Wanita Meraih Tahta
    [ WARNING : Tulisan ini bakal sangat panjang, karena emang banyak yang harus dibahas dan karena saya begitu antusias. Nggak tahu lagi g...
  • Bulan Istimewa di Tanah Istimewa
    Hari kemerdekaan Republik Indonesia sudah berlalu sekian hari. Mungkin agak terlambat menuliskan cerita ini, namun anggap saja ini semaca...
  • Surga di Negeri Liu-Liu
    Sekali lagi saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari Keluarga KKN-PPM UGM Unit BBL-11 di pertengahan tahun 2015 ini. Jika harus menu...
  • Dua Puluh Dua
    this lovely handlettering is created by my besties , Icha. Makasih chaak * hug * Bismillahirrahmanirrahiim :) So, here is my very f...
  • Jalan-jalan ke Banyuwangi (3): Pendakian Gunung Ijen
    Setelah puas menikmati pesona Taman Nasional Baluran di Situbondo (seperti yang telah saya tuliskan sebelumnya), saya sholat kemudian ma...

Labels

  • DIY Project
  • Drama Korea
  • Jalan-jalan
  • KKN
  • Korean Wave
  • Life Story
  • Something Wonderful
  • Thoughts

recent posts

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2022 (4)
    • ►  December (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2020 (10)
    • ►  November (1)
    • ►  September (5)
    • ►  July (2)
    • ►  April (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2019 (4)
    • ►  October (1)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
  • ►  2018 (29)
    • ►  December (5)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  May (1)
    • ►  April (7)
    • ►  March (2)
    • ►  February (4)
    • ►  January (4)
  • ►  2017 (35)
    • ►  December (7)
    • ►  November (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)
    • ►  May (1)
    • ►  April (3)
    • ►  March (4)
    • ►  January (11)
  • ►  2016 (28)
    • ►  December (4)
    • ►  November (3)
    • ►  October (4)
    • ►  September (2)
    • ►  August (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  April (1)
    • ►  March (5)
    • ►  January (2)
  • ▼  2015 (9)
    • ▼  December (1)
      • Surga di Negeri Liu-Liu
    • ►  November (1)
      • Bulan Istimewa di Tanah Istimewa
    • ►  October (2)
      • KKN: Selangkah Lebih Dekat pada Ibu Pertiwi
      • Surga di Negeri Liu-Liu
    • ►  September (2)
      • "Kamu Bersama Orang yang Tepat, Rul"
      • Dermaga, Abadilah dalam Kenangan
    • ►  April (1)
      • Let's Hike Safely!
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (38)
    • ►  December (1)
    • ►  November (1)
    • ►  October (5)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  June (4)
    • ►  May (4)
    • ►  April (5)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (11)
  • ►  2013 (46)
    • ►  December (3)
    • ►  November (3)
    • ►  October (9)
    • ►  September (8)
    • ►  August (8)
    • ►  July (1)
    • ►  June (3)
    • ►  May (1)
    • ►  March (2)
    • ►  February (6)
    • ►  January (2)
  • ►  2012 (7)
    • ►  December (4)
    • ►  November (1)
    • ►  October (2)
  • ►  2011 (19)
    • ►  October (1)
    • ►  August (4)
    • ►  June (1)
    • ►  May (4)
    • ►  April (1)
    • ►  March (8)
  • ►  2010 (5)
    • ►  June (2)
    • ►  May (2)
    • ►  February (1)
FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose