Hidup yang Seharusnya (?)
Beberapa hari belakangan, saya terlibat dalam sebuah program yang mengharuskan saya berinteraksi dengan orang-orang di panti asuhan atau rumah pengasuhan anak, baik dengan anak-anak asuhnya maupun para pengasuhnya. Lewat interaksi itu, saya mendapat satu lagi pelajaran baru, bahwa dalam hidup kadang kita dihadapkan pada keadaan yang tak semudah dan seindah yang pernah kita bayangkan.
Saya mendapatkan beragam kisah latar belakang anak-anak asuh itu, tentang bagaimana mereka bisa sampai ke rumah pengasuhan. Ternyata, tak semua anak disini adalah yatim-piatu, ada diantara mereka yang masih punya orangtua lengkap, tapi karena ekonomi yang kurang mendukung, anak-anak itu harus diasuh di rumah pengasuhan. Mendengar itu, mungkin sempat terpikir, kenapa orangtua tega membiarkan anaknya hidup jauh dari mereka. Tapi, mungkin saja hal itu adalah yang terbaik yang bisa mereka pilih demi kebaikan anak mereka, bukan? Ada juga yang orangtuanya masih ada tapi memutuskan untuk berpisah dan karena suatu hal sama-sama tak bisa mengasuh anak mereka, lalu si anak diasuh neneknya yang sudah renta dan tak mungkin lagi megasuh si anak ini, akhirnya pengurus lingkungan tempat ia tinggal memutuskan bahwa anak ini sebaiknya diasuh di rumah pengasuhan anak. Ada juga yang memang ayah-ibunya telah meninggal dan anak itu tinggal bersama kakaknya, tapi pergaulan kakaknya dianggap kurang baik bagi si anak, akhirnya entah mungkin guru atau pengurus lingkungan yang peduli, membawa ia ke rumah pengsuhan ini. Tentu saja masih banyak lagi latar belakang keluarga yang dimiliki beragam anak di rumah pengasuhan yang tentu saja membawa pengaruh pada kondisi psikologis si anak.
pic source: google.com |
Saya tidak akan pernah bisa merasakan apa yang sesungguhnya mereka rasakan dan perjuangan apa yang telah mereka lakukan. Yang saya tahu, anak-anak disini juga cerdas dan memiliki keunikan masing-masing. Saya juga salut kepada pengasuh yang juga menjadi teman curhat anak-anak, saya rasa ketika mereka memiliki seseorang untuk sekedar menceritakan aktivitas mereka di sekolah atau mungkin masalah mereka dengan kawan, dengan pelajaran...hal itu akan memberi pengaruh baik bagi psikis mereka. Kayak campign-nya Kate Middleton sih, hehe...bahwa mengungkapkan apa yang dirasakan dan menceritakan pengalaman sehari-hari itu menyehatkan...good for our mental health. Entah kenapa, saya lega ketika anak-anak itu memiliki tempat untuk berbagi cerita.
Mendengar cerita-cerita itu, yang terpikir dalam benak saya adalah bagaimana perasaan si anak dan bagaimana ia berjuang menyikapi peristiwa yang mungkin kurang menyenangkan yang terjadi kepada mereka...tentang bagaimana melanjutkan hidup. Bukankah trauma-trauma akan masa lalu mereka akan tetap ada? Mungkin selama di rumah pengasuhan anak mereka telah mendapat beragam pemahaman dari para pengasuhnya untuk mengembalikan rasa percaya diri mereka, untuk meredakan trauma mereka, dan untuk berbesar hati dan berdamai pada kenyataan. Lalu pertanyaan selanjutnya, ketika anak-anak ini sudah cukup dewasa dan harus meninggalkan rumah pengasuhan, terjun ke masyarakat, bagaimana nanti penerimaan orang-orang di sekitarnya? Entah kenapa saya khawatir jika kondisi psikologis yang telah behasil dibangun selama di rumah pengasuhan anak akan hancur jika mendengar komentar-komentar miring dari orang-orang di sekitar, tentang masa lalunya mungkin? Apakah saya terlalu mendramatisir? Ah, tapi bukankah hidup bahkan kadang lebih dramatis daripada sinetron-sinetron jaman now? :')
Dari situ saya belajar, bahwa kita nggak bisa nge-judge orang sembarangan, entah bagaimanapun masa lalu mereka atau bagaimana kondisi keluarganya. Bagaimanapun juga anak-anak itu adalah individu yang berbeda, apa yang terjadi pada keluarga mereka, belum tentu akan terjadi pula pada mereka. Pun orangtua mereka, tidak bisa begitu saja dipersalahkan. Mungkin ada beragam faktor yang menyertainya. Yaah...begitulah hidup, kadang tak berjalan seperti saharusnya, tapi...bukankah 'yang seharusnya' bagi satu orang dan orang lain bisa berbeda-beda? Atau...memang seperti itulah 'seharusnya' itu, tinggal bagaimana masing-masing orang menyikapinya.
05 November 2017
Mari, memanusiakan manusia :)
0 comments