Setelah kemarin menulis tentang rincian teknis jalan-jalan ke Banyuwangi, kali ini saya hendak menuliskan cerita tentang tempat wisatanya. Seperti yang sudah saya bahas di artikel sebelumnya, jalan-jalan kali ini bisa dibilang punya tujuan mainstream yaitu Taman Nasional Baluran dan Kawah Ijen. Nah, artikel ini bakal membahas that iconic Africa van Java a.k.a Baluran National Park. Here we go! Btw, sesungguhnya TN Baluran ini tidak di Banyuwangi sih, melainkan di wilayah Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Baca Tulisan Lainnya:
Jalan-jalan ke Banyuwangi (1): Itinerary, Transportasi, dan Biaya
Jalan-jalan ke Banyuwangi (3): Pendakian Gunung Ijen
Perjalanan
Sebenernya, mengunjungi Taman Nasional Baluran lebih disarankan ketika siang setelah dhuhur, karena pada saat itulah hewan-hewannya muncul hahaha. Berhubung jalan-jalan saya kali ini bertepatan dengan musim hujan, maka saya memutuskan untuk mengunjungi Baluran pagi hari, biar nggak kehujanan hahaha. Mohon maaf ini traveler-nya emang males kehujanan LOL. Saya, berangkat dari penginapan di depan Stasiun Karangasem itu pagi jam 08.00 dengan mengandalkan sepenuhnya pada Google Map.
Dari Stasiun Karangasem, kami ikuti petunjuk Google Map ke arah Pelabuhan Ketapang, abis itu lurus aja ikuti jalan gede ke arah utara. Sekitar satu jam perjalanan, Anda akan menemukan batu besar yang berdiri di tengah jalan, itulah yang disebut dengan Watu Dodol. Kalau udah nemu batu ini, insyaallah TN Baluran sudah dekat. Nanti, di kanan jalan Anda akan menemukan gapura TN Baluran and...welcome to Baluran.
Inilah yang saya maksud dengan batu besar di tengah jalan. |
Tiket
Sebelum menjamah Baluran lebih dalam, tentu saja saya harus membeli tiket. Kantor tempat membeli tiket berbentuk rumah panggung, resepsionis akan melayani Anda dan memberi brosur wisata Baluran. Tak lupa, dengan ramah ia akan menjelaskan ada apa aja di Baluran, titik mana aja yang bagus buat foto, dan yang paling penting: bagaimana mengatasi monyet-monyet yang berpotensi 'mengganggu'. Jadi tips dari Mbak resepsionis untuk mengatasi masalah permonyetan ini adalah: Jangan ninggalin barang di motor, jangan ngeluarin makanan, dan sok-sok-an mau ngelempar sesuatu aja kalo doi mau nyerang, (asal jangan dianiaya ya-red).
Baluran National Park's starter pack. |
Selesai urusan tiket, saya memilih untuk melihat Baluran dari gardu pandang di samping kantor tempat saya beli tiket. Dari situ, kita bisa melihat hutan dan savana dari ketinggian (entah berapa meter). Nggak lama di gardu pandang, saya melanjutkan perjalanan.
Savana Bekol
Tempat iconic di Baluran adalah Savana Bekol. Jarak padang rumput ini dari tempat pembelian tiket adalah 12 kilometer (kata Mbak-nya). Tapi, tolong jangan remehkan 12 kilometer itu, karena jalan yang harus dilalui penuh rintangan dan cobaan. Jalannya berupa aspal sih, tapi udah berlubang dimana-mana dan tersisa butiran-butiran kerikil. Nggak kebayang kalau hujan deras, jalan ini mungkin bisa kayak sungai berbatu hiks. Sebagai pengguna motor (matic pula) maka kami sangat berhati-hati menempuh jalan ini (ditambah sesekali berhenti buat foto) maka sampailah kami di savana sekitar 45 menit kemudian. Sepanjang jalan menuju savana, kanan kiri adalah hutan dan saya banyak menjumpai kera, kupu-kupu, ayam hutan, aneka burung, musang, dan bahkan merak.
Sampai di Savana Bekol, tentu saja kami sejenak memarkir kendaraan dan takea lot of photos. Pemandangan di sini sunggah membahagiakan. Musim hujan membuat savana ini tidak gersang kekuningan melainkan hijau sejauh mata memandang berlatar Gunung Baluran yang tampak biru gagah di kejauhan sana. So beautiful! Di dekat spot foto favorit Savana Bekol, ada warung makan dan semacam pondok kayu yang saya pikir bisa digunakan untuk menginap. Sepertinya lain kali harus merasakan menginap di tengah padang sabana dan bangun pagi untuk menikmati sunrise dari pondok kayu. So tranquil, right? (Meskipun saya nggak yakin, ini pondoknya hadap timur apa enggak sebenernya haha).
Kondisi jalan di dalam area TN Baluran. |
Lubang dan genangan ini gak cuma ada satu, gaes! Mohon untuk tetap semangat HAHAHA |
Finally, yaay!! |
Sampai di Savana Bekol, tentu saja kami sejenak memarkir kendaraan dan take
Ini yang saya maksud dengan pondok kayu, namanya "pesanggrahan" sih sebenernya. |
Ini tempat parkirnya, tapi orang-orang jarang parkir di sini dan hanya parkir di pinggiran-pinggiran savana. |
Ini ada peta habitat hewan-hewan. |
Sejauh mata memandang. Nggak kebayang, kalau hujan jalan ini pasti becek yaa huhu NB. Itu bukan mobil saya, tapi mobil rombongan pengunjung lain. |
Pantai Bama
Puas di Savana Bekol, saatnya kami melanjutnya perjalanan ke Pantai Bama yang jaraknya 3 km dari savana. Nggak usah takut kesasar, karena jalan di taman nasional ini ya cuma ada satu, jadi ikuti jalan saja. TN Baluran ini emang lengkap, abis liat hutan, liat sabana, saatnya disuguhi pemandangan pantai. Ombak di pantainya tenang,
Pantai Bama. |
Rasanya ingin lebih lama di tempat ini :((( |
Ada musholanya, seberang mushola nanti juga ada toiletnya. |
Oh iya, sepanjang perjalanan menuju savana, kami hampir tidak berpapasan ataupun disalip sama pengunjung lain, selain petugas TN Baluran yang kebanyakan naik semacam KLX. Kami baru bertemu pengunjung lain ketika berada di savana, ada dua rombongan keluarga dan satu rombongan wisatawan asing yang kami temui. Di Pantai Bama, kami juga bertemu rombongan keluarga yang ternyata adalah orang Magelang. Seriously, I meet Magelangers everywhere! Tapi beliau sudah lama tinggal di Jakarta jadi cuma sesekali mengunjungi Magelang.
Jalan menuju mangrove-nya. |
Mangrove Trail Pantai Bama, TN Baluran. |
Mangrove Trail Pantai Bama, TN Baluran. Sooo beautiful!! |
Curhat
[Mohon maaf, saudara-saudara...tiba-tiba ada sub-judul kayak gini HEHEHE]
Kemarin ada teman saya yang melihat foto Savana Bekol ini bilang: "Wah, sejuk sekali!" Let me tell you, gaes (sok-sok'an) meskipun musim hujan, jangan harap di sini sejuk, apalagi di Savana Bekol. Emang sih, pas lewat hutan lumayan sejuk, tapi di sabana sudah panas dong. Saya yang jarang minum aja selama pulang-pergi Baluran hampir ngabisin air mineral kemasan 1,5 liter. Nggak kebayang, kalau pas kemarau kayak apa panasnya. So, jangan lupa bawa minum dan oleskan sunblock untuk melindungi kulit :)
Trus, sepanjang lewat 12 kilometer hutan-hutan di TN Baluran, saya tuh pikirannya random kemana-mana. Mikirin jaman kerajaan dulu, transportasinya gimana ya? Randomly teringat Dyah Pitaloka yang dateng jauh-jauh dari Kerajaan Sunda ke Kerajaan Majapahit. Waktu itu Princess Dyah Pitaloka naik apa ya? Iya sih, awalnya bisa aja lewat laut, tapi pas jalur daratnya? Kan belum ada aspal tuh, pasti lewat hutan-hutan juga kan ya? Apakah Dyah Pitaloka naik kereta kencana seperti GKR Hayu pas royal wedding kemarin? Atau naik kuda sendiri didampingi orang-orangnya? Atau ditandu kayang gungju-gungju di Korea? Ah entahlah, kenapa tiba-tiba saya penasaran sekali wkwkwk.Mungkin ini efek kebanyakan nonton sageuk drama Korea ya HAHAHA. Ya sudah, mari diakhiri saja agar tak melebar kemana-mana :D
Ya, itulah perjalanan saya ke TN Baluran. Saya tidak bertemu hewan besar semacam rusa, banteng, gajah, apalagi panthera pardus. Konon, kalau musim hujan, hewannya memang tidak banyak menampakkan diri. Ya sudah tidak apa-apa, terbayar kok sama pemandangan tak biasa yang saya lihat sejak dari pintu masuk TN Baluran.Besok ke bonbin aja sekalian kalau mau lihat hewan-hewan ehehe. Semoga tulisan ini bermanfaat dan sampai jumpa di tulisan selanjutnya yang akan membahas Kawah Ijen :)
If you wanna share about your trip or have any question,
please kindly left the comments below! :D
HAPPY WEEKEND!!!
Kemarin ada teman saya yang melihat foto Savana Bekol ini bilang: "Wah, sejuk sekali!" Let me tell you, gaes (sok-sok'an) meskipun musim hujan, jangan harap di sini sejuk, apalagi di Savana Bekol. Emang sih, pas lewat hutan lumayan sejuk, tapi di sabana sudah panas dong. Saya yang jarang minum aja selama pulang-pergi Baluran hampir ngabisin air mineral kemasan 1,5 liter. Nggak kebayang, kalau pas kemarau kayak apa panasnya. So, jangan lupa bawa minum dan oleskan sunblock untuk melindungi kulit :)
Trus, sepanjang lewat 12 kilometer hutan-hutan di TN Baluran, saya tuh pikirannya random kemana-mana. Mikirin jaman kerajaan dulu, transportasinya gimana ya? Randomly teringat Dyah Pitaloka yang dateng jauh-jauh dari Kerajaan Sunda ke Kerajaan Majapahit. Waktu itu Princess Dyah Pitaloka naik apa ya? Iya sih, awalnya bisa aja lewat laut, tapi pas jalur daratnya? Kan belum ada aspal tuh, pasti lewat hutan-hutan juga kan ya? Apakah Dyah Pitaloka naik kereta kencana seperti GKR Hayu pas royal wedding kemarin? Atau naik kuda sendiri didampingi orang-orangnya? Atau ditandu kayang gungju-gungju di Korea? Ah entahlah, kenapa tiba-tiba saya penasaran sekali wkwkwk.
Ya, itulah perjalanan saya ke TN Baluran. Saya tidak bertemu hewan besar semacam rusa, banteng, gajah, apalagi panthera pardus. Konon, kalau musim hujan, hewannya memang tidak banyak menampakkan diri. Ya sudah tidak apa-apa, terbayar kok sama pemandangan tak biasa yang saya lihat sejak dari pintu masuk TN Baluran.
If you wanna share about your trip or have any question,
please kindly left the comments below! :D
HAPPY WEEKEND!!!