Yang Tidak Akan Terlupa (Pendakian Gunung Lawu)

by - September 17, 2014

"Kita tak pernah tahu apa yang sedang menanti untuk terjadi, 
tapi setidaknya kita bisa belajar dari apa yang telah terjadi 
agar jangan sampai terulang lagi."

Rabu, 6 Agustus 2014

Langit masih gelap, suhu Magelang cukup dingin, dan masih pada waktu yang paling nyaman untuk terlelap. Jam empat dini hari.  Tapi dua belas anak muda itu sudah bersiap-siap memakai carrier berisi segala perbekalan yang telah disiapkan semalam. Demi sebuah kata yang mereka sebut; petualangan. Tujuannya? Gunung Lawu, 3265 mdpl. Aku adalah salah satu dari mereka.

Petualangan dimulai. Kami mengendarai motor dari Magelang menuju Stasiun Kereta Api Lempuyangan. Sebenarnya hanya sembilan orang yang berangkat bersamaku, dua orang lainnya telah pergi sekitar lima belas menit lebih dulu untuk memesan tiket kereta.

Sebelum aku bercerita lebih jauh, aku ingin kau mengenal pelaku dalam petualangan kali ini :) Dua orang yang aku katakan berangkat lebih dahulu untuk memesan tiket kereta adalah Ajik, sang pemimpin pendakian dan Habib, pria kocak yang bertubuh paling bersubur diantara kami. Kalau yang memboncengku ini, sahabatku Harry, kau sudah sering mendengar namanya di tulisanku sebelumnya kan? Nanti, kalau kau jumpai pria berkumis dan rambut keriting, itu Rizqi a.k.a Pakde. Dia mungkin tak bisa jauh-jauh dari seorang wanita cantik bernama Dhita, itu pacarnya. Sedangkan kalau kau temui pria berambut gondrong, itu Amirul. Dia berangkat dibonceng abangku, Zen. Empat orang lainnya, yang naik motor sendiri adalah temannya Pakde, Febri dari Banjarnegara. Fandi, teman les-ku dari SMP yang sekarang satu universitas denganku dan Ajik. Keponakanku (padahal cuma beda dua tahun), Ichan. Dan adik kelas semasa SMP, Adnan. 

Itulah, dua belas orang yang berangkat dari Magelang. Di Stasiun Lempuyangan, bergabunglah dengan kami, Poppy, teman se-fakultas-ku.

Fajar di Stasiun Lempuyangan, Jogjakarta
6 Agustus 2014
Pukul lima lebih tiga puluh kereta beranjak dari Lempuyangan. 
Cuaca bulan kemarau memang dingin kala pagi dan menyengat di siang hari, tapi dari dingin dan panas itu ada satu yang bisa kita syukuri; langitnya yang selalu menawan :) Seperti hari itu, Tuhan mengizinkan petualangan ini bermula indah, dari KA Sriwedari kami bisa melihat matahari terbit yang begitu memukau. Jingga dan bulat penuh. Bagiku, ini matahari terbit terindah seumur hidupku. Matahari terbit, kereta api, kita, dan teman-teman. Bolehkah kalau kukatan, mmm romantis? hahah

Matahari terbit dari KA Sriwedari jurusan Jogja-Solo
6 Agustus 2014
Setelah kurang lebih satu setengah jam perjalanan, kami turun di Stasiun Kereta Api Solo Balapan lalu berjalan menuju terminal bus terdekat. Di terminal, kami ketambahan rombongan tiga orang, teman-temannya Harry. Mereka adalah Rapon, Danny, dan Ozi (sepupunya Danny). Lengkap sudah enam belas orang dalam satu rombongan yang akan mendaki Gunung Lawu.

Motor sudah, kereta sudah, saatnya kami melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Tawangmangu. Satu jam perjalanan, bisa laah sambil tidur dulu :P

Sementara yang lain tidur, aku akan katakan padamu bagaimana enam belas orang ini bisa bersatu. Iya, skenario Tuhan tentu saja. Tapi, skenario yang bagaimana? Ah, ini akan sedikit rumit. Bacalah baik-baik :)
Aku, Harry, Ajik, Pakde, Zen, Habib, dan Amirul adalah kawan satu SMP. Ichan dan Adnan, adalah adik kelas kami waktu SMP. Dalam perjalanan ini Pakde mengajak pacarnya yang bernama Dhita dan teman kuliahnya, Febri. Sementara Ajik mengajak dua orang yang merupakan kawan kami di Image (Ikatan Mahasiswa Gadjah Mada Magelang), Poppy dan Fandi. Harry tak mau kalah, ia juga mengajak dua orang teman kuliahnya, Rapon dan Danny. Ozi? Dialah sepupunya Danny, Danny mengajaknya. Oke, kuharap kalian paham. Kalau tidak, bacalah berulang-ulang heheh.
Dari enam belas orang itu, yang dapat dikatakan berpengalaman mendaki adalah Ajik, Poppy, Zen, dan Ichan. Sisanya amatiran heuheu

Anggap saja sudah satu jam perjalanan, sampailah kami di terminal bus Tawangmangu. Di sini kami berhenti untuk istirahat sejenak, sarapan lalu perjalanan dilanjutkan lagi dengan mobil colt.

Kami sampai di basecamp Cemoro Sewu jam sebelas siang. Penyesuaian suhu, persiapan, sholat dzuhur, dan pemanasan dilakukan. Start pendakian jam setangah satu siang, Harry di depan, Zen dan Ajik sebagai sweeper.

Start pendakian, Gerbang Cemoro Sewu
Ajik, the team leader.
Dari Cemoro Sewu aku bingung bagaimana harus menceritakan pendakian ini....
Mungkin begini saja, jalur pendakian Cemoro Sewu terdiri atas jalan setapak berbatu. Pada awal-awal berjalan kami masih kesulitan mengatur nafas, istilahnya 'ngos-ngosan'. Perlahan-lahan kami mulai bisa menyesuaikan diri, berjalan sambil sesekali bercanda. Jarak satu sama lain terjaga, tidak terlalu jauh. Sekitar satu jam berjalan, kami sampai di Pos Satu. Istirahat sejenak tentu saja, sejauh ini semua personil masih sehat.

Dari lima pos yang akan kami lalui, Ajik bilang jarak terpanjang adalah dari Pos I menuju Pos II.. Karena perjalanannya panjang, baiklah aku akan sedikit cerita tentang Gunung Lawu, sepengetahuanku sebagai pendaki amatir tentu saja. Gunung Lawu terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia berada di wilayah empat kabupaten yaitu Karanganyar, Wonogiri, Magetan, dan Ngawi. Gunung yang merupakan gunung tertinggi keenam di Pulau Jawa ini memiliki ketinggian 3265 mdpl dengan Hargo Dumilah sebagai puncak tertingginya. Lawu memiliki dua jalur pendakian, yaitu Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang. Kami memilih jalur Cemoro Kandang karena track-nya pendek meskipun cukup terjal, yaitu dapat ditempuh sekitar enam sampai delapan jam.

Singkat cerita, sampailah kami di Pos III. Pukul setengah lima sore, suhu sudah mulai dingin. Kami memakai jaket dan berbagai macam penghangat. Kami berhenti cukup lama, memasak air untuk menghangatkan tubuh. Ah, tak hanya memasak air, berhenti lama adalah untuk mempertimbangkan sesuatu.

Kawan, bagiku saat-saat di Pos III itu adalah saat yang berat. Rombongan terpecah menjadi dua, ada yang tinggal di bawah dan menyusul menjelang sunrise dan ada yang melanjutkan perjalanan ke Pos V.

Ya, aku mengalami konflik batin yang rumit. Tidak lebay, ini serius. Kalau bisa, rasanya ingin minta nasehat Ibuk saat itu juga. Tapi, sinyal sudah tak ada dan aku tak punya waktu banyak. Aku harus mengambil keputusan saat itu juga...dan aku memutuskan untuk naik bersama sembilan orang teman. Sementara Harry, Rizqi, Dhita, Adnan, Danny, dan Ozi mendirikan tenda di Pos III...

Tenda Pos III
Pukul tujuh kami beranjak dari Pos III. Baru beberapa lama berjalan, kakiku kram. Cukup lama, alhamdulillah bisa sembuh dan lanjut nanjak lagi. Perjalanan dari Pos III ditempuh selama tiga jam. Sebenarnya bisa lebih singkat, tapi Ajik membuat pendakian ini santai. Kami berjalan pelan dan sering istirahat. Ikut bersama kami Habib, dia sudah kepayahan sejak di Pos II mungkin, tapi yang aku kagumi semangatnya yang pantang menyerah. Begitu juga Fandi, dia sudah tak sekuat ketika berangkat tadi. Yaa, menurutku mendaki tak cuma masalah fisik, tapi juga harus disinergikan dengan semangat. Mendaki tak melulu masalah kaki dan cuaca, tapi juga olah hati dan pikiran.


Setengah sepuluh malam, kami sampai di Pos V. Mulai mendirikan tenda dan memasak. Lalu segera tidur untuk mengejar sunrise  esok pagi.

Kamis, 7 Agustus 2014

Kami bangun sekitar pukul empat setelah dikagetkan suara yang memanggil "Magelang..Magelaaang." lalu kami jawab "Woii...". Itu tadi suara Pakde, Dhita, dan Adnan yang menyusul kami untuk melihat matahari terbit. Kami segera bersiap-siap menuju puncak Lawu. Setengah jam kemudian kami mulai perjalanan menuju puncak, dipimpin langsung oleh Ajik. Dingin sekali.

Dalam perjalanan menuju puncak itu, sisi timur sudah menampakkan horizon jingga yang memukau, juga gumpalan lautan awan tipis. Ajik sedikit mempercepat langkah agar kami tak ketinggalan matahari terbit. Jalurnya sudah tak lagi berbatu seperti sebelumnya, melainkan jalur tanah di sabana. Sekitarnya adalah bunga-bunga edelweis dan rerumputan. Edelweis kawan, edelweis! Lambang cinta abadi. Untuk dapat melihatnya kita harus benar-benar berjuang agar sampai pada titik-titik dataran tinggi dimana ia bisa tumbuh. Seperti cinta sejati yang butuh perjuangan untuk meraih dan menjaganya :) Jikalau dipetik pun, bunga ini tak layu..hanya kering. Seperti cinta sejati yang tak bisa musnah begitu saja #halah 


fabiayyi alaairabbikuma tukadzdzibaan?


Setengah enam, kami menginjakkan kaki di Hargo Dumilah, 3265 mdpl. Pendakian pertamaku yang benar-benar sampai puncak gunung ini, ku dedikasikan untuk Ibuk tersayang. Sayang sekali, hanya tiga belas yang sampai puncak. Tiga lainnya stay di Pos III karena tak memungkinkan lanjut berjalan. Tak lengkap rasanya.

Ucapan selamat pagi buat Ibuk, dari 3265mdpl.
Don't worry, girls.. I'm a peacemaker! :)

Yes, Hargo Dumilah!

Setetes surga pernah bocor, jatuh di Negeri kami, tanah air kami. Indonesia.

Habib - Ajik - Fandi - Dhita - Pakde - Poppy - Nurul
Kupikir cerita ini cukup, perjalanan turun tak perlu aku ceritakan detail. Kami sampai di Jogja sekitar Isya', kemudian makan di Warung SS Kolombo dengan sangat rakus. Bon notanya masih ada sampai sekarang, panjang sekali hahah. Sampai di rumah Harry sekitar puku setengah sepuluh malam. Biarlah foto-foto ini yang bicara banyak.

The phenomenal "Warung Mbok Yem"
Yaaa...begitulah~

Tenda Pos V

the couple :)

Done! I'm at Cemoro Sewu again, but this journey has not finished yet.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------
Tanggal delapan belas Agustus, aku mengunggah fotoku di Hargo Dumilah di Instagram, caption foto tersebut adalah semacam testimoni-ku untuk pendakian ini, demikian kalimatnya:

"Terima kasih untuk sebaris kalimat yang membuatku yakin untuk melanjutkan perjalanan sampai puncak. Sebuah perjalanan yang menyisakan pengalaman, pelajaran, dan kenangan yang berharga...juga sebuah luka yang entah bisa sembuh atau tidak :')"

Krapyak, Jogjakarta
Jumat, 29 Agustus 2014
see you next trip :')











You May Also Like

2 comments

  1. Wah bagus ya pemandangan disana mba. Semoga suatu saat saya berkesempatan kesana :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamin, semoga Mbak bisa berkesempatan mendaki Gunung Lawu. Pemandangan di Pos IV via Cemoro Sewu sungguh memukau kalau siang maupun malam :D
      Puncak-puncak Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro juga terlihat samar-samar dari Lawu :)

      Delete