Getting Lost in Semarang

by - May 17, 2014


Perjalanan kali ini dimulai dari area plat AB menuju area plat H. Dari area 0274 menuju area 024. Dari Tugu Jogja ke Tugu Muda. Dari Daerah Istimewa menuju Kawasan Berikat. Ya, dari Jogjakarta ke Semarang. Empat orang yang sama sekali tak tahu menahu tentang Semarang nekat berangkat. Yeah, we gonna getting lost in Semarang :D 

Berbekal Google Map dari gadget yang kecanggihannya sedang-sedang saja, Avanza hitam hasil rental itu melaju membelah jalan-jalan aspal yang lumayan sesak pada weekend seperti kala itu, mencari arah menuju tujuan yang tak kami tentukan. Beruntung kawan kami yang mengemudi adalah sesabar-sabarnya makhluk di antara kami berempat. The driver was our greatest Harry :P

Setelah perjalanan yang demikian jauh dan macet, pemberhentian pertama adalah Masjid Raya Baiturrahman yang letaknya di sekitaran Simpang Lima Semarang. Kata pertama yang keluar begitu keluar dari mobil adalah: 'panas!'. Yeah, it much hotter than Jogja :3 Kami di sini untuk melaksanakan Shalat Dhuhur, niatnya juga mau mamam namun warung di sekitar situ tutup, ternyata warung-warung di sekitar Simpang Lima itu nggak buka pas siang hari. Kami menahan lapar menuju pemberhentian berikutnya.


Lawang Sewu


Itulah tempat yang kami kunjungi selanjutnya, tak beberapa jauh dari Simpang Lima. Tepatnya di salah satu sisi Tugu Muda. Awalnya kami sempat bingung dimana pintu masuk menuju Lawang Sewu, akhirnya kami temukan setelah mengitari Tugu Muda. Ahh, FYI kawan, dari informasi yang terpampang di dekat lampu lalu lintas di Tugu Muda, kami tahu bahwa suhu di Semarang saat itu adalah 42 derajat Celcius! Oh maan, di Jogja biasanya cuma 27-30 derajat Celcius -_- Makanya jangan heran kalo wajah-wajah kami di foto sudah berminyak dan memerah kepanasan :3


Tugu Jogja sudah sering, Tugu Muda juga sudah.
Kapan ke Tugu Pahlawan :3


setelah berhasil menemukan pintu masuk dan tempat parkir (yang agak aneh), kami masuk ke area Lawang Sewu dengan tiket seharga Rp10.000,-


Lawang Sewu dibangun sekitar awal tahun 1900-an oleh Belanda. Awalnya bangunan ini digunakan sebagai Kantor Perkeretapian Pemerintah Kolonial Belanda. Ketika Indonesia merdeka kemudian dimanfaatkan untuk Kantor Perusahaan Jawatan Kereta Api. Nggak heran kalau sampai sekarang pengelolaan pun masih di bawah PT KAI. Bedanya, seratus tahun setelah bangunan itu didirikan, Lawang Sewu beralih fungsi menjadi Museum Kereta Api. Di dalamnya, banyak menyimpan foto dan lukisan kereta api di Indonesia dari waktu ke waktu, ada beberapa diorama dan komponen kereta api kuno, ada juga sebuah ruangan yang memutarkan video sejarah perkeretapian. 


Salah satu bagian dalam Museum
yang berisi foto-foto Kereta Api dari zaman ke zaman.
Plus foto narsis bareng besties XD



Aku pribadi suka dengan bangunan vintage ini. berjalan di lorongnya berasa kayak Elizabeth Swann lagi jalan-jalan di rumahnya. Hahah oke ini lebay. Tapi, aku memang suka bangunan kuno seperti itu, pintu-pintunya yang tinggi, juga jendela-jendelanya. Dindingnya yang kokoh, lantainya, langit-langitnya. Di mataku yang seorang 'old fashioned girl' bangunan kayak gitu keren banget heheh. Makanya, Lawang Sewu sering dijadikan tempat untuk foto pre-wedding. Nggak percaya? Ini buktinya....


Pasangan yang sedang take foto pre-wed
di lorong Bangunan Lawang Sewu.


Pasangan tadi melanjutkan pengambilan foto pre-wed mereka
di halaman Gedung Lawang Sewu :P

Selain terkenal buat pre-wed, berhubung bangunan ini kuno dan banyak kelelawar di atap-nya, maka Lawang Sewu juga terkenal sebagai istananya kaum lelembut. Nggak heran acara-acara televisi yang hobi berburu hantu berkali-kali shooting di sini :o Makanya jangan macem-macem kalo ke Lawang Sewu, hiiii~~



Kelenteng Sam Poo Kong


Tempat yang kami kunjungi selanjutnya adalah Kelenteng Sam Poo Kong. Sebelum masuk area kelenteng, kami sempatkan mamam dulu di warung tenda depan Kelenteng.

Konon, bangunan bernuansa merah ini adalah tempat persinggahaan Laksamana Cheng Ho dari China ketika ia berlayar di Nusantara ratusan tahun silam. Meskipun Cheng Ho beragama Islam, namun hingga kini Kelenteng ini tetap difungsikan sebagai tempat beribadah kaum Konghucu. Hal tersebut terjadi karena warga setempat kala itu menganggap Cheng Ho adalah titisan dewa. Nama Sam Poo Kong sendiri konon adalah gelar kebesaran yang diberikan masyarakat sekitar pada Cheng Ho yang berjasa memberikan pengajaran tentang berbagai hal kepada mereka. Di dalam bangunan kelenteng, terdapat patung Laksamana Cheng Ho berukuran raksasa.

Bagi kalian yang ingin tahu lebih banyak tentang Cheng Ho, mungkin bisa nyari film 'Laksamana Cheng Ho' dimana dalam film tersebut, Cheng Ho diperankan oleh Mantan Menteri sekaligus Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra :)


Pintu Gerbang Kelenteng Sam Poo Kong

Bersanatai di halaman Kelenteng yang teduh
dengan angin yang berhembus sesekali.

Sebenarnya saat itu kami ingin mengunjungi Kota Lama Semarang yang letaknya berada di dekat Polder Air Tawang. Selama perjalanan tadi kami sempat melihat poster kalau hari itu, 26 April 2014 tengah diadakan semacam Festival Mobil Tua di Kota Lama, pas sekali kami ke Semarang sekalian bisa menyaksikan event tersebut. Sayangnya, Kota Lama justru ditutup karena ada Festival Mobil Tua itu. sempat kecewa sih, tapi tak apa. Mungkin pertanda untuk kami kembali lagi ke sini suatu hari nanti heheh. 

FYI lagi, Kota Lama ini bangunannya juga vintage. Sering digunakan untuk pemotretan majalah fashion gitu. Coba kalo pemenang GoGirl! Look 2011 lalu aku dan bukannya Chelsea Elizabeth, aku pasti sering pemotretan di situ :3

Kota Lama pernah digunakan untuk shooting film 'Gie' yang dibintangi Nicholas Saputra. Gie adalah mahasiswa sastra Universitas Indonesia angkatan '60-an yang kritis terhadap pemerintah, ia adalah seorang demonstran, pecinta alam, dan penulis puisi. Iya, Gie adalah Soe Hok Gie yang pernah menulis "...kita berbeda dalam semua, kecuali dalam hal cinta..." :') Kok jadi bahas Gie..lanjut aah lanjut.


Masjid Agung Jawa Tengah


Ke Semarang tak lengkap rasanya jika tak mampir shalat di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT). Masjid yang mungkin merupakan paling megah se-Jawa ini berarsitektur campuran Islam-Jawa-Romawi dan didesain oleh seorang arsitek bernama Ir. H. Ahmad Fanani. Pembangunannya memakan waktu sekitar enam tahun, mulai 2001-2006. yang unik dari bangunan seluas sepuluh hektare ini adalah keberadaan enam payung raksasa di serambi masjid, payung yang menyerepai payung-payung yang ada di Masjid Nabawi dan hanya di buka pada hari Jumat dan hari-hari besar agama Islam. Di bagian depannya, terdapat semacam gerbang dengan 25 pilar yang menyerupai kuil Athena. Jumlah pilar yang dua puluh lima melambangkan jumlah Nabi dan Rasul. Beberapa meter terpisah dari bangunan utama Masjid, terdapat menara setinggi 99 meter yang melambangkan Asmaul Husna. Dari lantai tertinggi menara, pengunjung dapat menyaksikan pemandangan kota Semarang.

Kami sampai di MAJT menjelang waktu Shalat Ashar, kami memutuskan untuk sekalian Shalat Maghrib di situ. Usai shalat Maghrib, kami menunggu menara dibuka lagi untuk pengunjung. Dengan tiket seharga Rp7000,- kami dapat menikmati pemandangan kota Semarang di malam hari dari ketinggian 99 meter. Subhanallah :')


Landscape MAJT yang difoto sama Harry :)


Masjid Agung Jawa Tengah dan sekitarnya dari Menara 99 meter.

Pulang dari Masjid Agung Jawa Tengah, kami sempat mampir ke Kawasan Pecinan Semawis. Suatu tempat berkumpulnya etnis China yang menjual makanan dan benda-benda maupun pakaian-pakaian khas China. Ramai sekali oleh pengunjung. Setelah berjalan-jalan sebentar kami makan malam tak jauh dari situ. Harganya jauh lebih mahal dibanding Jogja :( Tapi tak apa-apa, pengalaman, kebersamaan, dan kesempatan lebih mahal dari harga makananan itu kan? 

Sampai Jogja lagi jam satu dini hari. Let us say thanks to Harry, big thanks :')


tiket dan peta....

You May Also Like

1 comments