Empat Tahun Satu Bulan

by - November 30, 2016

Sore itu, saya bangun tidur dengan makeup yang belum dibersihkan dengan sempurna, kelelahan selepas upacara pelepasan siswa kelas XII di Gedung Wiworo Wiji Pinilih. Saya mendapati pesan singkat dari sepupu saya yang menanyakan apakah saya diterima SNMPTN Undangan atau tidak. Saya sedikit bingung, karena seharusnya pengumuman SNMPTN dua hari lagi, namun sepupu saya mengatakan bahwa SNMPTN sudah pengumuman. “Adek kelasku SMA wis do posting ning Fb,” demikian kata sepupu yang setahun lebih tua dari daya. Ternyata benar, pengumuman SNMPTN Undangan maju dua hari. Bahkan saya menerima banyak pesan singkat dari teman sekolah yang menanyakan apakah saya lolos atau tidak. Saya justru deg-degan dengan kabar itu. Ibuk-lah yang menenangkan saya, untuk menyiapkan mental apapun hasil pengumuman itu.

Selepas mandi, saya pun membuka pengumuman berbekal laptop ibuk dan modem dengan koneksi yang agak lambat (waktu itu hp saya belum secanggih sekarang, dan paket internet masih barang langka....). Saya hanya bisa menangis sejadi-jadinya kemudian bersujud syukur pada-Nya melihat nama saya dinyatakan diterima di pilihan pertama. Bersyukur, terharu, sekaligus bahagia. Untuk beberapa saat, saya sungguh tak bisa berkata-kata.

Itulah kejadian empat tahun lalu, tahun 2012, ketika saya diterima di kampus ini.

Alhamdulillah, empat tahun satu bulan kemudian, saya menghadapi sidang skripsi. Mungkin karena nervous, saya sungguh mual dan keringat dingin sejak sejam sebelumnya, tapi syukurlah saya merasa lebih tenang dan lebih tenang ketika berada di ruang sidang. Semuanya berjalan lancar, saya mempresentasikan slide demi slide yang telah saya desain sedemikian rupa dengan baik dan tepat waktu. Saya menjawab dengan baik pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen penguji. Tentu semua itu tak lepas dari peran kedua orangtua yang tak henti mendoakan saya dari rumah. Nilai memuaskan pun saya dapatkan. Begitu keluar ruang sidang meski lega, namun mual dan keringat dingin kembali menyerang, ditambah pusing yang cukup mengganggu. Saya menerima ucapan selamat dari teman-teman dengan badan yang sudah sangat tidak fit. Malamnya, saya pulang Magelang bersama sahabat saya dan langsung mendapat perawatan dari Ibuk.

Dua bulan setelah sidang.

Saya berada di barisan orang-orang bertoga hitam itu, memakai samir kuning khas Gadjah Mada dengan perpaduan emas khas Fisipol, berjalan memasuki Gedung Grha Sabha Pramana. Tentunya setelah melalui segala tetek bengek persyaratan wisuda. Rasanya masih sama sperti ketika empat tahun lalu pertama kalinya saya menginjakkan kaki di gedung ini. GSP selalu berhasil membuat merinding dengan aura gagahnya hehe.

Izinkanlah saya flashback ke masa-masa empat tahun terakhir. Tahun pertama, saya masih menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus dan kehidupan pondok yang pada awalnya sulit. Saya bergabung ke Himpunan Mahasiswa Jurusan dan berpartisipasi di beberapa kepanitiaan di luar jurusan. Tahun kedua, ketika teman-teman sedang semangatnya menyemarakkan HMJ, saya justru memutuskan resign karena suatu pertimbangan khusus. Namun, saya masih tetap terlibat dalam beberapa kepanitiaan yang bersifat sementara. Di semester empat dan lima inilah, saya mulai ter-distract oleh suatu hal. Saya merasa kehilangan diri saya sendiri. Ini tidak lebay atau apa. Itulah yang benar-benar saya rasakan saat itu. Malam-malam di selasar Kantor Pusat Fakultas Teknik (KPFT) dan sahabat saya yang super galak itu-lah yang menjadi saksi masa-masa sulit itu hehe. Masuk semester enam, saya mulai bisa mengontrol diri saya kembali. Bukankah setiap kejadian pasti ada hikmahnya?



Taken by Mas Fadel Basrianto.

Tahun ketiga, saya disibukkan dengan aktivitas persiapan KKN. Lewat proses persiapan KKN ini lah, saya menemukan ide untuk skripsi saya. Ya, tema skripsi saya sejalan dengan tema KKN, yaitu Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), yang mengambil lokasi di Gunungkidul, tempat kami (sekitar lima belas unit tim KKN-PPM UGM untuk berbagai daerah) belajar pengelolaan SPAM sebelum berangkat ke daerah tujuan masing-masing. Pertengahan 2015, enam puluh dua hari melaksanakan KKN di pulau kecil bernama Seliu, Belitung. Dua bulan berproses bersama dua puluh sembilan teman lainnya benar-benar telah mengajarkan saya begitu banyak hal. Saya rasa semua keluarga BBL-11 sepakat, bahwa dua bulan di Seliu telah benar-benar menjadi pelajaran berharga dalam hidup kami. Jika ketua tim saya mengatakan, "Kamu bersama orang-orang yang tepat, Rul." Kalimat itu tidak berlebihan, dan memang benar adanya. Dua bulan bersama orang-orang hebat ini telah membawa saya menemukan diri saya kembali. Mungkin saya memang harus mengalami peristiwa-peristiwa di semester empat dan lima terlebih dahulu agar tahu betapa indahnya yang saya alami di Seliu kala itu. Sepulang KKN, saya bangkit kembali, saya bersemangat kembali. Tahun 2015 menjadi awal titik balik kehidupan saya.

Tahun keempat, saya mulai memproses skripsi saya, yang semula mengerjakan skripsi tentang kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima banting setir ke SPAM, menyusun dari bab awal. Alhamdulillah saya tidak menemui kendala berarti dalam pengerjaan skripsi ini. Dosen pembimbing saya, Pak Hadriyanus Suharyanto sangat membantu selama penyusunan. Bahkan, dosen penguji saya, Ibu Bevaola Kusumasari pun memberikan banyak masukan positif bagi skripsi saya. Penyusunan teori untuk skripsi sangat terbantu dengan buku-buku yang diberikan Pak Hary dan Bu Ola. Pengambilan data pun tak menemui banyak kendala, berkali-kali bolak-balik Magelang-Gunungkidul-Magelang saya lakoni dengan semangat karena saya memang tertarik dengan tema yang saya kerjakan ditambah para narasumber sangat kooperatif. Kalau alasan kenapa jadinya agak lama itu adalah karena saya sempat stuck beberapa waktu karena bingung menuliskan pembahasan hehe.

Graduation attire :'P


Rabu, 16 November 2016. Mengajak Ibuk dan Bapak saya ke GSP adalah hal yang telah begitu lama saya impikan. Seorang teman sempat dua kali bertanaya kepada saya, "Mana pendamping wisuda? Masa wisuda cuma didampingi orangtua, kayak ambil rapot aja." Saya hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. Dia tidak tau, betapa berartinya kehadiran kedua orang tua bagi saya :') Meskipun saya tahu ini bukanlah hal sangat besar, meskipun saya tahu saya tidak akan pernah dapat membalas segala yang telah dilakukan Ibuk, Ibuk, Ibuk, dan Bapak untuk saya, tapi semoga kelulusan saya ini bisa menjadi kado kecil untuk beliau berdua. Terimakasih, Buk, Pak. Yaa, meskipun tanpa selempang cumlaude itu, yang berarti saya harus berjuang lebih keras di dunia kerja nanti. Meskipun tantangan ke depan akan lebih berat, saya sangat bersyukur bisa sampai ke tahap ini. Alhamdulillah.

Terakhir, terimakasih untuk teman-teman seperjuangan yang telah saling mendukung dan mendoakan. Terimakasih juga untuk teman-teman yang menyempatkan hadir memberi ucapan selamat (tambah bunga, tanaman, jajan, dan sebagainya) pada salah satu hari spesial saya meskipun di tengah panasnya Jogja. You're sweet, guys! *peluk satu-satu siniiih*

-----
Kepada seribu enam ratusan kawan yang wisuda periode November ini; Selamat atas kelulusan kalian! :)
Semoga segala ilmu dan pengalaman yang kita dapat selama berproses di Kampus Biru ini berkah dan bermanfaat. Semoga apa yang disampaikan Wakil Rektor tentang tantangan yang sedang dan akan dihadapi Indonesia kelak (yang mungkin membuat kita menarik nafas panjang) menjadi pemicu semangat untuk berkontribusi bagi Ibu Pertiwi. Semoga kita diberi keteguhan untuk senantiasa berpegang pada nilai-nilai agama dalam menjalani hidup ini. Selamat berjuang!

Jogjakarta, 28 November 2016 | 11:27 PM

You May Also Like

0 comments